Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amerika Serikat Tarik 5.000 Tentara dari Afghanistan, Ada Apa?

Amerika Serikat Tarik 5.000 Tentara dari Afghanistan, Ada Apa? Kredit Foto: Foto/Ilustrasi/Sindonews/Ian
Warta Ekonomi, Kabul -

Amerika Serikat (AS) segera menarik sekitar 5.000 tentaranya dari Afghanistan dan menutup lima pangkalan dalam waktu 135 hari. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan rancangan perjanjian perdamaian yang disepakati dengan Taliban. Demikian yang diungkapkan oleh kepala perunding AS, Zalmay Khalilzad.

 

Pada sebuah wawancara dengan televisi Tolo News, Khalilzad mengatakan kesepakatan masih harus disetujui oleh Presiden AS Donald Trump sebelum dapat ditandatangani. Kesepakatan itu dicapai setelah berbulan-bulan negosiasi dengan kelompok pemberontak Afghanistan, Taliban.

 

"Pada prinsipnya, kita sudah sampai di sana," katanya. "Dokumen sudah selesai," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (3/9/2019).

 

Ada imbalan atas penarikan bertahap itu, Taliban akan berkomitmen untuk tidak membiarkan Afghanistan digunakan oleh kelompok-kelompok militan seperti al-Qaeda atau Negara Islam (ISIS) sebagai pangkalan untuk serangan ke AS dan sekutunya.

 

Menurut diplomat veteran Afghanistan-Amerika itu menolak mengatakan berapa lama sisa tentara AS yang mencapai sekitar 14.000 namun tetap ada di Afghanistan setelah tahap pertama penarikan, meskipun pejabat Taliban sebelumnya bersikeras bahwa semua pasukan asing harus pergi.

 

Baca Juga: Amerika-Polandia Berpotensi Awasi Huawei Bersama

 

Khalilzad mengatakan tujuan dari perjanjian itu adalah untuk mengakhiri perang dan hal itu akan mengarah pada pengurangan kekerasan, tetapi tidak ada perjanjian gencatan senjata resmi. 

 

"Terserah negosiasi di antara rakyat Afghanistan sendiri untuk menyepakati suatu penyelesaian," katanya.

 

Perihal pembicaraan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban, Khalilzad mengatakan pembicaraan "intra-Afghanistan", yang mungkin diadakan di Norwegia, akan bertujuan untuk mencapai penyelesaian politik yang lebih luas dan mengakhiri pertempuran antara Taliban dan pemerintah yang didukung Barat di Kabul.

 

Perundingan di masa depan masih belum jelas, dengan Taliban sejauh ini menolak untuk berurusan langsung dengan pemerintah, yang dianggap sebagai rezim "boneka" tidak sah.

 

Sementara itu juru bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan Ghani telah diberi pengarahan tentang rancangan perjanjian itu dan akan melihat rincian kesepakatan sebelum memberikan pendapatnya.

 

"Ghani bertemu Khalilzad dan akan mempelajari dan menilai rincian draf itu," kata juru bicara Ghani, Sediq Sediqqi. 

 

"Tetapi bagi kami, perdamaian yang berarti atau jalan menuju perdamaian yang bermakna adalah akhir dari kekerasan dan negosiasi langsung dengan Taliban," imbuhnya.

 

Beberapa pejabat pemerintah Afghanistan merasa kesal dengan dikeluarkannya pemerintah dari perundingan AS-Taliban, masalah yang digarisbawahi ketika Ghani tidak diizinkan untuk menyimpan teks draft perjanjian setelah ditunjukkan kepadanya.

 

Baca Juga: Amerika-Polandia Berpotensi Awasi Huawei Bersama

 

Perincian perjanjian itu masih harus diklarifikasi, termasuk status yang akan diberikan kepada Taliban, yang diakui oleh rancangan tersebut dengan gelar yang mereka pilih sebagai Imarah Islam Afghanistan. Beberapa pejabat Afghanistan keberatan dengan hal itu karena mereka melihatnya status kelompok pemberontak itu setara dengan pemerintah negara yang diakui secara internasional.

 

Saat waktu bersamaan, pemilihan presiden, yang dijadwalkan pada 28 September mendatang di mana Ghani mencari masa jabatan lima tahun keduanya, tidak tercakup dalam perjanjian, kata Khalilzad. Taliban secara konsisten menolak pemilu.

 

Khalilzad, yang telah menyelesaikan sembilan putaran pembicaraan dengan perwakilan Taliban, dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin Afghanistan di Kabul minggu ini untuk membangun konsensus sebelum kesepakatan ditandatangani.

 

Pembicaraan damai telah berlangsung dengan latar belakang kekerasan tanpa henti, bahkan sebelum ledakan di Kabul, Taliban telah melakukan dua serangan besar-besaran di kota-kota besar utara Kunduz dan Pul-e Khumri pada akhir pekan.

 

Pasukan keamanan Afghanistan mengusir kembali gerilyawan Taliban dari kedua kota itu, tetapi seorang pembom bunuh diri meledakkan bomnya pada hari Senin di Kunduz, menewaskan sedikitnya enam polisi dan melukai 15 lainnya, kata pejabat Afghanistan dan kelompok Taliban.

 

Trump dikabarkan membuka sedikit rahasia keinginannya untuk membawa 14.000 tentara AS pulang dari Afghanistan, di mana pasukan Amerika telah dikerahkan sejak kampanye yang dipimpin AS menggulingkan Taliban pada tahun 2001.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Bagikan Artikel: