Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PAN: Yang Nyinyirin Amien Rais Kurang Baca

PAN: Yang Nyinyirin Amien Rais Kurang Baca Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) PAN, Dradjad Wibowo mengatakan politikus partai politik yang kerap menunjukkan sikap antipati terhadap Amien Rais, karena mereka kurang membaca tapi banyak bicara. 

Hal tersebut disampaikan, terkait komentar politikus dari sejumlah parpol atas kritik Amie Rais tentang rencana pemindahan ibu kota.

“Teman-teman parpol yang antipati terhadap pak Amien itu terlihat sekali kalau kurang membaca, banyak bicara,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Lanjutnya, ia menyarankan agar mereka untuk membaca sebanyak-banyaknya tentang China dan Presiden Xi Jinping. Misalnya, bacalah isi the “Chinese dream”. Pahami bagaimana China melihat dirinya sebagai the Middle Kingdom yang menjadi pusat gravitasi dunia. Pahami the Century of Humiliation yang memalukan bangsa China, yang diawali dengan kekalahan dari Inggris dalam Perang Opium Pertama tahun 1839-1842.

Sambungnya, ia mengatakan China pada tahun 1820-an pernah menyumbang 30% PDB Dunia. Lalu bagaimana selama the Century of Humiliation, peranan PDB China hancur menjadi 5%. Tahun 2017 sumbangan China ke PDB Dunia sudah menjadi 15,38%.

Setelah paham itu, kata Dradjad, baca tentang bagaimana China mengekspor “soft power”nya untuk memperkuat pengaruh global. Lihat peran krusial dari the United Front Work Department dalam konteks ini. Cek bagaimana President Xi menekankan betapa pentingnya the United Front dalam berbagai acara Partai Komunis China. Lihat bagaimana pejabat-pejabat the United Front meroket karirnya. Cek juga peranan the Confucius Institute.

"Dari situ kita akan paham bagaimana Presiden Xi Jinping dengan sangat cerdas memainkan OBOR (One Belt One Road),” ungkapnya.

Menurut dia, China tahu Indonesia tidak punya cukup uang untuk memindahkan ibu kota. Untuk membayar defisit BPJS saja, APBN kewalahan. Apalagi semester I/2019 ini penerimaan pajak hanya 38,25% dari target APBN.

Di sisi lain, lanjutnya, jangka waktu pemindahan ibu kota dibuat sangat ambisius. Harus pindah tahun 2024.

Dengan kondisi uang kurang dan waktu pendek, menurut Dradjad, bagi China, itu adalah kesempatan emas untuk “mengunci” pengaruh geopolitik-ekonomi terhadap Indonesia. "Ini karena proyek pemindahan ibukota tersebut amat sangat klop dengan langkah China mengekspor “soft power”nya,” kata Dradjad yang juga ekonom INDEF tersebut.

Memakai istilah sepa kbola, proyek pemindahan ibu kota itu seperti umpan yang sangat matang untuk China. Tinggal disontek sedikit, bola masuk ke gawang lawan. "Itu sebabnya pak Amien memakai istilah persembahan,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: