Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seberapa Penting Revisi UU Bea Meterai?

Seberapa Penting Revisi UU Bea Meterai? Kredit Foto: NasDem
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Fraksi PartaiĀ NasDem Komisi XI DPR RI, Achmad Hatari mengatakan bahwa revisi Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 1985 tentang Bea MeteraiĀ diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara.

"Bea meterai selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara melalui penerimaan pajak. Jika ketentuannya direvisi, maka berpotensi meningkatkan rencana penerimaan negara," ungkapnya dalam FGD Fraksi NasDem di Gedung Nusantara I DPR RI Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Menurutnya, perbaikan ketentuan diperlukan untuk menopang tren peningkatan pendapatan negara dari bea meterai. Pada 2018, pendapatan negara dari meterai sebesar Rp5,46 triliun, meningkat 7,48% dari capaian 2017 sebesar Rp5,08 triliun.

"Dengan perkembangan ekonomi, digital, dan teknologi informasi yang pesat perlu diatur penyesuaian pengenaan bea meterai. Tarif bea meterai yang berlaku saat ini sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Hatari, dalam usulan pemerintah mengenai pengenaan bea meterai untuk dokumen digital harus diatur secara rinci dan efisien.

Baca Juga: Kemenkeu Usul Perubahan Tarif Bea Materai

"Bea meterai dalam bentuk digital tidak hanya menggali potensi penerimaan, namun juga memberi kepastian hukum untuk transaksi, perjanjian, kerja sama atau hal sejenis lainnya yang selama ini dilakukan melalui platform digital," tegas anggota DPR RI dapil Maluku Utara ini.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Peraturan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Rusito menyampaikan apresiasi kepada Fraksi Partai NasDem atas dukungan terhadap revisi UU Bea Meterai. Secara lebih rinci, tarif bea meterai dari Rp3.000 dan Rp6.000, diusulkan menjadi Rp10.000.

"RUUBM juga mengatur tarif bea meterai berupa tarif tetap dan tarif advalorem. Objek bea meterai ditambahkan dan dijabarkan secara lebih rinci. Terutama terkait akta notaris dan surat berharga," katanya.

Sebagai informasi, usulan perubahan batasan tentang bea meterai untuk dokumen yang menyatakan penerimaan uang. Dokumen dikenakan bea meterai sebesar Rp3.000 apabila harga nominal dokumen lebih dari Rp250.000 hingga Rp1 juta. Selanjutnya, dokumen dikenakan bea meterai Rp6.000 jika bea nominal lebih dari Rp1 juta.

Usulan untuk menyederhanakan aturan menjadi hanya satu batasan bea meterai dan nilainya ditingkatkan menjadi Rp5 juta sebagai batas nominal dari nilai dokumen. Perubahan yang diusulkan bahwa dokumen tidak dikenakan bea meterai jika nilai nominal yang tertera pada dokumen sampai dengan Rp5 juta.

"Penyesuaian itu juga menyangkut perbaikan struktur tarif bea meterai masih multilayer yang perlu dilakukan simplifikasi atau pengurangan layer tarif. Simplifikasi akan optimal meningkatkan penerimaan," jelasnya.

Dengan adanya simplifikasi dan kenaikan tarif, lanjut Rusito, beban terbesar akan dirasakan kelompok menengah dan kecil.

"Untuk itu, perlu dilakukan kenaikan threshold bagi dokumen yang terutang bea meterai," pungkasnya.

Baca Juga: Tarif Bea Masuk Hambat Produk Indonesia Masuki Pasar Halal Negara OKI

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, adapatasi atau penyesuaian pengenaan bea meterai perlu instrumen yang dikenakan pajak secara rinci.

"Tarif bea meterai dari sisi ekonomi tidak secara signifikan naik, tetapi mempunyai dampak sosial dan psikologis yang cukup besar karena situasi politik dan kondisi ekonomi, untuk itu diusulkan ditinjau ulang," ungkapnya.

Untuk itu, pengenaan meterai digital sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman memerlukan harmonisasi regulasi dan efektivitas sistem admiistrasi.

"Satu hal lagi, dibutuhkan sistem pengawasan yang efektif agar menekan penyalahgunaan dan mendukung pencapaian tujuan pengenaan bea meterai," tegasnya.

Jika dibandingkan dengan nagara lain, pajak atas dokumen sudah digabungkan sebagai stamp duty, yakni jenis pajak langsung, yang dikenakan terhadap semua dokumen transaksi keuangan. Meskipun demikian, keabsahan pengenaan bea meterai di Indonesia telah berlangsung sejak masa pemerintahan kolonial pada 1817.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: