Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berkshire Hathaway, Perusahaan Raksasa Pencetak Miliarder Dunia

Berkshire Hathaway, Perusahaan Raksasa Pencetak Miliarder Dunia Kredit Foto: Inc.com
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan investasi yang dipimpin Warren Buffett, Berksire Hathaway telah banyak melahirkan miliarder dunia. Meskipun, mereka tidak sekaya raya Bill Gates, yang juga turut menanamkan modal di sana, mereka tetap berharta yang tak sedikit jumlahnya.

Mengutip dari Bloomberg, ketujuh orang yang jd miliarder berkat Berkshire ialah keluarga Haslam yang memiliki kekayaan US$5,9 miliar (sekitar Rp83,7 triliun), Walter Scott (US$4,8 miliar atau Rp68,1 triliun), Van Tuyl (US$3,9 miliar atau Rp55,3triliun), Ueltschi (US$2,5 miliar atau Rp35,4 triliun), David Gottesman (US$2,1 miliar atau Rp29,8 triliun), Wakil CEO Berkshire Charles Munger (US$1,5 miliar atau Rp21,2 triliun), dan Stewart Horejsi (US$1,5 miliar atau Rp21,2 triliun).

Ueltschi menjual perusahaan keluarganya, Flight Safety International, dengan saham Berkshire Hathaway pada 1996. Langkah serupa juga diambil Van Tuyl dan Haslam yang menjual Van Tuyl Group pada 2015 dan Pilot Flying J pada 2017. Adapun Scott, Gottesman, dan Horejsi merupakan investor utama dan setia Berkshire.

Baca Juga: Berkat Tangan Dingin Warren Buffett, 5 Orang Ini Berhasil Jadi Miliarder

Sementara itu, Munger merupakan mitra bisnis Buffett sejak Berkshire masih menjadi perusahaan tekstil pada 1962. Dia turut berperan dalam mentransformasi Berkshire menjadi perusahaan raksasa yang merambah beragam sektor bisnis. Kini, Berkshire memiliki valuasi US$531 miliar (Rp7.537 triliun), kelima terbesar di dunia.

Di luar nama-nama di atas, ada juga sejumlah pebisnis yang beruntung bisa bekerja sama dengan Berkshire. Salah satunya Bill Child, pendiri perusahaan RC Willey Home Furnishing. Child mengaku senang dengan keputusannya menukar RC Willey Home Furnishing dengan saham Berkshire pada 1995.

Saat itu nilai saham yang dimilikinya hanya senilai US$24.000, sedangkan sekarang naik berkali-kali lipat dengan total mencapai US$2,5 miliar. “Itu adalah keputusan terbaik saya,” kata Child. Perjalanan bisnis Berkshire tidak sepenuhnya mulus. Sahamnya sempat anjlok selama krisis keuangan 2008.

Namun, para investor, terutama yang menumbuhkan Berkshire sejak 1964, tidak putus asa dan membantu Berkshire bangkit dari keterpurukan. Saat ini mereka meraih keuntungan 165 kali lipat dari target awal. Sebagai gambaran, investasi US$10.000 pada 55 tahun lalu sama dengan US$170 juta pada tahun ini.

“Orang bijak akan berkata, ’Buffett merupakan orang hebat, rekam jejaknya fenomenal, saya akan melakukan seperti yang dia lakukan’,” ujar Manajer Portfolio Cheviot Value Management Darren Pollock, yang juga memiliki saham di Berkshire.

Baca Juga: Kesalahan Fatal Warren Buffett

Buffett merupakan investor yang membeli perusahaan tanpa mencabut pemilik aslinya dari kursi manajemen. Contohnya akuisisi dealer mobil Van Tuyls senilai US$4,1 miliar, produsen rumah pra-fabrikasi Clayton Homes (US$1,7 miliar), Rose Blumkin Nebraska Furniture Mart (US$55 juta), dan Ueltschi (US$1,5 miliar).

Kevin Clayton, yang memimpin bisnis ayahnya, Clayton Homes, mengatakan, perjanjian dengan Buffett membantu perusahaannya berkembang dan aktif dalam program sosial seperti donasi terhadap Knoxville, Kebun Binatang Tennessee, dan pusat studi. Capaian itu disebut tidak akan dapat diraih tanpa Buffett.

Pebisnis lain seperti Child, Helzberg, dan Alfond juga mengaku menerima keuntungan tambahan dari kepemilikan saham di Berkshire. Pada masa awal Buffett lebih senang membayar dengan uang tunai. Kini dia menukarnya dengan saham selama perusahaan yang dinegosiasikan memiliki nilai yang signifikan.

Sebanyak 25.203 lembar saham Berkshire yang digunakan Buffett untuk membeli Dexter pada 1993 kini memiliki nilai US$8 miliar. Namun, Barnett Helzberg Jr, yang menekan kesepakatan dengan Buffett di New York, menolak berbicara tentang saham itu. Dia hanya mengatakan investasi Buffett bersifat jangka panjang.

Model akuisisi dengan saham menarik bagi para pembeli. Tapi tidak selalu berujung manis bagi Buffett. Pria berusia 89 tahun itu mengatakan Dexter merupakan kesepakatan terburuk yang pernah dia tekan. Setelah gagal melihat nilai keunggulan persaingan bisnis Dexter, dia juga menyesal menggunakan saham Berkshire.

Baca Juga: Jarang yang Tahu, Ini Sisi Lain Warren Buffett

Cucu pendiri Nebraska Furniture Mart Rose Blumkin, Irv Blumkin yang juga menyarankan Child menukar perusahaannya dengan saham Berkshire, menolak berkomentar tentang hal itu. Pebisnis lain juga bungkam. Kepemilikan saham sebagian investor di Berkshire kian hari kian gemuk, sedangkan yang lain statis.

Raja Akuisisi

Kejayaan Berkshire, yang menuntun Buffett menjadi orang terkaya keempat di dunia pada 2019, tidak terlepas dari kepandaian Buffett bermain saham. Sejak membeli saham Berkshire pada 1962, Buffett tidak langsung mengibarkan kesuksesan. Dia justru dirisaukan dengan melesunya bisnis tekstil dan modal.

Selain itu, pemilik Berkshire Seabury Stanton mengecewakannya dengan janji dan harapan palsu. Buffett pun batal menjual saham Berkshire karena ditawar begitu rendah. Dia berpikir keras sebelum akhirnya memutuskan membeli lebih banyak saham Berkshire supaya dapat memegang kendali dan memecat Stanton.

Baca Juga: Kesederhanaan Hidup Warren Buffett, Lebih Senang Beramal Ketimbang Foya-Foya

Berikutnya, Buffett memutar otak agar Berkshire tidak runtuh akibat krisis keuangan. Pada 1967, dia mulai menambah bisnis asuransi sebagai bagian dari Berkshire. Alumnus Universitas Columbia itu membeli National Indemnity Company dan saham ekuitas Government Employees Insurance Company (GEICO).

Sekitar 18 tahun kemudian Berkshire menghentikan bisnis tekstil dan aktif melakukan akuisisi. Saat ini ranah bisnis Berkshire mencapai puluhan, di antaranya bisnis gula, ritel, kereta api, perabot rumah tangga, ensiklopedia, vacuum cleaner, toko perhiasan, surat kabar, seragam, utilitas listrik dan gas, hingga maskapai.

Pemerhati investasi dari Ruane Cunniff & Goldfarb, Jonathan Brandt mengatakan, Buffett menolak memberikan dividen dan memilih akuisisi karena lebih produktif. “Salah satu alasan Berkshire maju di peringkat kapitalisasi pasar ialah karena mereka tidak membagikan dividen sehingga uang menumpuk,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: