Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Kesehatan Sebut Malaria Bisa Diberantas Paling Cepat 2050, Ini Alasannya

Pakar Kesehatan Sebut Malaria Bisa Diberantas Paling Cepat 2050, Ini Alasannya Kredit Foto: ECDC Europa
Warta Ekonomi, London -

Malaria bisa diberantas dalam satu generasi menurut para pakar kesehatan global. Laporan yang disusun 41 pakar itu menyatakan masa depan bebas malaria bisa tercapai paling cepat pada 2050.

Malaria merupakan salah satu penyakit paling tua dan paling mematikan di dunia. Laporan terbaru itu berbeda dengan kesimpulan tentang malaria oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Para pakar meminta WHO tidak menghindari dari target tersebut.

"Untuk memenuhi target itu, semua negara, para pakar, dan pemimpin kesehatan publik, harus mengucurkan lebih banyak dana dan inovasi untuk memerangi malaria dan nyamuk yang menyebarkannya," ungkap laporan itu dilansir Reuters.

Baca Juga: Tangkal Virus Dengue dengan Nyamuk Wolbachia, Ini Penjelasannya

Berbagai langkah itu memerlukan ambisi, komitmen, dan kemitraan yang belum pernah ada sebelumnya.

"Sejak lama memberantas malaria telah menjadi mimpi yang jauh, tapi sekarang kita memiliki bukti bahwa malaria bisa dan harus diberantas pada 2050," kata Richard Feachem, Direktur Global Health Group di Universitas California, San Francisco, memimpin review pemberantasan malaria yang disusun komisi jurnal medis The Lancet.

Menurut Feachem, untuk menangani kasus besar seperti malaria ini, semua pihak harus berkomitmen dan menantang diri sendiri untuk melampaui target.

"Kita harus menantang diri kita sendiri dengan target dan komitmen ambisius untuk bertindak demi mencapainya," kata Feachem.

Laporan Komisi The Lancet itu muncul beberapa pekan setelah WHO merilis laporan tentang apakah malaria bisa diberantas. WHO menyimpulkan, pemberantasan malaria tak bisa tercapai dalam waktu dekat dan menetapkan target yang tidak masuk akal dengan biaya dan titik akhir tak diketahui dapat mengakibatkan frustrasi dan kritik.

Berbeda dengan laporan Komisi The Lancet, laporan WHO menyatakan prioritas saat ini harus dilakukan untuk pemberantasan malaria di masa depan dan mengurangi risiko kegagalan yang bisa membuang banyak dana dan menciptakan frustrasi semua pihak yang terlibat.

Laporan The Lancet menyatakan, otoritas kesehatan global dapat berkomitmen pada target waktu untuk pemberantasan sehingga memberi tujuan dan dedikasi untuk memerangi malaria.

Malaria telah menginfeksi sekitar 219 juta orang pada 2017 dan menewaskan sekitar 435.000 orang. Mayoritas korban tewas adalah bayi dan anak-anak di kawasan paling miskin di Afrika.

Karena terus terjadi penyebaran, setengah populasi dunia masih berisiko terkena malaria dan secara global menewaskan satu anak setiap dua menit.

Data ini hanya sedikit berubah dari 2016, tapi jumlah kasus global telah turun dari 239 juta orang pada 2010 menjadi 214 juta orang pada 2015 dan korban tewas dari 607.000 orang menjadi sekitar 500.000 orang mulai dari 2010 hingga 2013.

Baca Juga: Hindari DBD dengan Kenali Tempat Nyamuk Bersarang

Kepala Malaria No More, Martin Edlund menyatakan, dunia harus melakukan semua yang mungkin dilakukan untuk memberantas penyakit itu.

"Jika kita bisa mengurangi malaria sekarang, dunia akan mendapat banyak manfaat sosial, kemanusiaan dan ekonomi, serta menyelamatkan jutaan orang dari kematian sia-sia akibat gigitan nyamuk," tutur dia.

Doktor asal Tanzania yang turut memimpin Komisi The Lancet, Winnie Mpanju-Shumbusho menyatakan, pemberantasan malaria sangat penting bagi kesehatan publik.

Untuk memberantas malaria pada 2050, para pakar menyarankan tiga cara untuk mempercepat pemberantasan.

Tiga cara itu adalah peralatan untuk memerangi malaria harus digunakan secara cermat, vaksin harus terus dikembangkan, dan dunia harus mendorong investasi menjadi sekitar USD2 miliar per tahun, untuk mempercepat kemajuan upaya pemberantasan malaria.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: