Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Batalkan Perundingan Damai, Taliban: AS Akan Menyesal

Batalkan Perundingan Damai, Taliban: AS Akan Menyesal Kredit Foto: Reuters/Parwiz
Warta Ekonomi, Kabul -

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak membatalkan pertemuan dengan kelompok Taliban. Dengan kejadian itu, Taliban mengatakan bahwa AS akan menyesal meninggalkan perundingan damai yang mentok.

Hal itu disampaikan langsung oleh juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid. Ia  mengatakan bahwa Washington akan menyesal tidak kembali ke meja perundingan. Kelompok Islam itu akan melanjutkan jihad dan berjuang untuk mengakhiri pendudukan asing di Afghanistan.

"Kami memiliki dua cara untuk mengakhiri pendudukan di Afghanistan, satu adalah jihad dan pertempuran, yang lain adalah pembicaraan dan negosiasi," kata juru bicara Taliban.

Baca Juga: AS-Taliban Teken Perjanjian, Afghanistan Khawatir Karena Isinya...

Zabihullah dan kelompoknya tidak segan terus berjihad melawan bangsa asing yang masih ada di Afghanistan. Ia juga mengatakan bahwa jika hal tersebut terjadi, AS dengan segera menyesali keputusan yang Washington ambil.

"Jika Trump ingin menghentikan pembicaraan, kami akan mengambil jalan pertama dan mereka akan segera menyesalinya," tambahnya seperti dikutip dari TASS, Rabu (11/9/2019).

Pada tanggal 2 September, Perwakilan AS untuk Rekonsiliasi Afghanistan, Zalmay Khalilzad bertemu dengan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani dan memberikan kepadanya proyek rekonsiliasi damai yang dicapai antara Taliban dan pemerintah Washington.

Pada hari Sabtu (7/9/2019), Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa ia telah membatalkan pertemuan dengan perwakilan Taliban dan Ghani yang dijadwalkan untuk 8 September. Trump juga menolak untuk berpartisipasi dalam negosiasi rekonsiliasi damai dengan Taliban setelah serangan teror terhadap Kabul, di mana pendukung kelompok tersebut mengaku bertanggung jawab.

Taliban awalnya hancur lebur setelah digempur serangan udara AS pasca 11/9 dan intervensi Barat. Kelompok ini kemudian bangkit dan membalas. Secara bertahap kelompok itu memperluas pengaruhnya di timur, barat dan selatan negara itu.

Baca Juga: Negosiasi dengan Taliban, Trump Belum Capai Kesepakatan

Sekarang, mereka mengendalikan lebih banyak petak tanah di Afghanistan daripada di mana pun sejak 2001. Peta interaktif oleh jurnal Long War menunjukkan jumlah wilayah yang cukup besar yang dimiliki atau diperebutkan Taliban.

Ketika pembicaraan terhenti dan pertempuran berlanjut, para pejabat tinggi AS menyuarakan pesimisme atas strategi menarik keluar pasukan dari Afghanistan.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengakui minggu ini bahwa proses perdamaian sudah mati untuk saat ini, menambahkan bahwa Washington sedang mencari komitmen signifikan dari kelompok militan itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: