Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisruh Marunda, KCN Beberkan Alasan KBN Ngotot Ajukan Syarat Damai

Kisruh Marunda, KCN Beberkan Alasan KBN Ngotot Ajukan Syarat Damai Kredit Foto: PT KBN
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) menyebut PT Karya Citra Nusantara (KCN) meminta jalur damai untuk menyelesaikan masalah hukum terkait pembangunan pelabuhan Marunda. Menanggapi hal tersebut KBN mengajukan lima persyaratan.

Namun, KCN secara tegas membantah tengah menempuh jalur damai. Bantahan ini bukan tanpa alasan lanyaran seluruh syarat yang diajukan KBN sangatlah tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan perjanjian awal kerja sama yang ditandangani PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan KBN pada 2005.

Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi membeberkan sejumlah syarat tersebut. Pertama, KBN ingin porsi kepemilikan saham di KCN masing-masing jadi 50% oleh KBN dan KTU. Sebelumya, disepakati KTU memiliki saham mayoritas hingga 85% karena harus menanggung seluruh biaya pembangunan dermaga 1 hingga 3, sedangkan biaya pengurusan izin jadi kewajiban KBN, termasuk jika terjadi cost overrun.

Baca Juga: Tegas, KCN Tolak Persyaratan Damai yang Diajukan KBN

Sisa saham 15% dimiliki KBN tanpa setor modal dan tidak akan mengalami dilusi. Kepemilikan atas saham minoritas ini sebagai good will atas kerja sama pembangunan pelabuhan di garis pantai sepanjang 1.700 m dari Cakung Drain hingga sungai Blencong serta atas kewajiban KBN menyediakan akses jalan ke wilayah pelabuhan. Garis pantai ini merupakan batas darat wilayah KBN, sedangkan dermaga pier 1 hingga 3 dibangun di atas perairan yang telah direvitalisasi KCN. 

"Bila KBN ingin meningkatkan porsi kepemilikan saham, mereka harus membayar kekurangan atas tambahan setoran modal sebesar 35%, kami sudah menunggu selama 15 bulan, namun hingga jangka waktu yang ditentukan KBN tidak mampu membayar. Kementerian BUMN sebagai pemilik saham mayoritas KBN juga melarang peningkatan porsi saham itu," papar Widodo, Rabu (11/9/2019).

Lebih lanjut Widodo memaparkan, dalam klausul kerja sama KBN juga dilarang mengeluarkan biaya atas pembangunan pelabuhan yang dijalankan KTU.

Kedua, KBN meminta membatalkan skema konsesi, padahal KCN menjalankan skema konsesi sesuai dengan syarat UU yang diberikan Kementerian Perhubungan dan diatur dalam UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Skema konsesi juga tidak bisa dibatalkan saat ini karena permasalahan ini sedang menanti keputusan kasasi dari Mahkamah Agung. 

Ketiga, KBN meminta 50% kepemilikan atas pier 2 dan seluruh pier 3 menjadi miliknya. Padahal pembangunan atas pier 1 dan pier 2 (memasuki tahap 30%) sepenuhnya dibiayai KTU yang telah mengeluarkan sekitar Rp 3 triliun, bahkan sesuai rekomendasi Kemenkopolhukam dan Satgas Percepatan & Efektivitas Pelayanan Ekonomi (Pokja IV) yang menangani kasus ini, KTU konsisten menyelesaikan pembangunan seluruh dermaga.

"Permintaan KBN atas pier 2 dan 3 sangat aneh karena yang membangun adalah KTU tanpa sedikit pun menggunakan uang negara, baik melalui APBN maupun APBD, yang dibangun di atas perairan dengan revitalisasi yang juga telah mendapat izin dari regulator kepelabuhanan sesuai tujuan pembangunan ini," tegas Widodo. 

Keempat, KBN akan mengenakan biaya sewa atas dermaga pier 1 yang selesai dibangun KTU, dan bahkan telah beroperasi sebagian.

Baca Juga: KBN Jangan Merusak Cita-Cita Jokowi Genjot Investasi

"Persyaratan ini sangat mengada-ada dan tanpa dasar hukum sama sekali, mereka meminta sewa atas lahan yang bukan miliknya dan bangunan yang tidak pernah mereka bangun," papar Widodo.

Melihat persyaratan di atas, KCN semakin yakin keberadaan pelabuhan Marunda akan sangat strategis ke depannya. Pasalnya, KBN ngotot ingin mendapatkan seluruh pelabuhan ini dengan cara yang tidak adil, tanpa sedikit pun mengeluarkan biaya.

"Kami akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dari negara, KTU ingin memberi sumbangan yang terbaik bagi pembangunan infrastruktur tol laut dalam memajukan poros maritim Indonesia," tegas Widodo.

Kelima, KBN meminta KCN membayar sebesar Rp773 miliar, sesuai dengan putusan Pengadilan. "Sepanjang masih menanti keputusan Kasasi, tidak ada satu pun putusan dari pengadilan sebelumnya yang bisa dieksekusi karena belum inkrah atau belum berkekuatan hukum tetap, jadi seluruh persyaratan yang diajukan KBN tidak bisa kami terima," tegas Widodo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: