Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jadi Guru Besar Ilmu Kriminologi, Menkumham Kampanyekan #Medsostanpabully

Jadi Guru Besar Ilmu Kriminologi, Menkumham Kampanyekan #Medsostanpabully Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seperti layaknya teknologi lainnya, internet bisa menjadi pisau bermata dua bagi para penggunanya, membawa kebaikan sekaligus keburukan. Dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyoroti fenomena cyber bullying, cyber victimization pada saat kampanye Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dari September 2018 sampai April 2019 lalu.

 

“Internet, khususnya dalam platform media sosial, telah digunakan untuk menyebarkan hoaks, yang tidak lain ialah gejala cyber bullying,” kata Yasonna saat menyampaikan Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kriminologi berjudul Dampak Cyber Bullying Dalam Kampanye Terhadap Masa Depan Demokrasi di Era 5.0,” katanya, di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

 

Baca Juga: Yasonna Ungkap Rahasia di Balik Pemberian Amnesti Baiq Nuril

 

Yasonna mengajak setiap penggguna internet untuk lebih bijak menggunakan media sosial memasuki momentum era society 5.0, yaitu era memanusiakan kembali manusia di hadapan teknologi digital. Ia menekankan internet dibuat oleh manusia dan karena itu harus diarahkan menuju pemanfaatan yang lebih manusiawi. “Pada kesempatan ini izinkanlah saya mulai mengkampanyekan: Save Democracy #medsostanpabully,” kata dia.

 

Menurut Yasonna, masa kampanye kemarin ricuh dengan political cyber bullying dan cyber victimazation. Ada perang ‘meme’, tweet war, dan komentar-komentar tendensius menjatuhkan lawan yang membuat suasana politik jadi panas. Akibatnya pesta demokrasi yang harusnya menjadi pendidikan politik dan sarana rekrutmen putra-putri terbaik bangsa turun kualitas menjadi malapetaka sosial karena terciptanya polarisasi keras di tengah masyarakat. Sebuah kondisi yang bisa saja terasa dampaknya hingga saat ini.

 

Apalagi sebagian orang sering menganggap demokrasi sebagai kesempatan orang menyatakan pendapat sebebas-bebasnya di era digital 4.0. Jika dibiarkan terus menerus, situasi ini tidak sehat bagi perkembangan demokrasi Indonesia ke depannya.

 

“Demokrasi yang telah kita bangun dengan susah payah ini akan tertimbun sampah yang merusak ruang publik dan ekologi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara,” ujarnya menyoroti cyber bullying. 

 

Baca Juga: Ditemani Rieke, Baiq Nuril Mengadu ke Yasonna

 

Yasonna juga mengajak para kriminolog, para peneliti dan para ilmuwan sosial untuk menjelaskan fenomena cyber crime, cyber bullying dan cyber victimization lebih terang secara ilmiah. Sehingga ke depannya, akan terbentuk solusi-solusi yang mengurangi atau bahkan menghilangkan political cyber bullying.

 

Yasonna berhadap hadirnya era society 5.0 juga membantu manusia-manusia, termasuk di Indonesia lebih bijak dalam menggunakan teknologi internet. Dengan begitu, era demokrasi digital bisa digunakan untuk mengampanyekan hal-hal baik dari praktek berdemokrasi. Dan kemudian hari, demokrasi bisa diolah menjadi modal sosial membawa energi positif memajukan, memakmurkan dan menyejahterakan bangsa dan negara.

 

Pada acara tersebut, dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian hadir sebagai perwakilan senat.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: