Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Inggris Diprediksi Timbulkan Kerusuhan Jika No Deal-Brexit, Kenapa?

Inggris Diprediksi Timbulkan Kerusuhan Jika No Deal-Brexit, Kenapa? Kredit Foto: Foto: Reuters.
Warta Ekonomi, London -

Pemerintah Inggris mengutarakan antisipasi terburuk jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, atau yang dikenal sebagai no-deal Brexit, pada 31 Oktober. Operasi yang dinamakan sebagai “Operation Yellowhammer” tersebut telah dipersiapkan sejak awal bulan lalu, sekira sembilan hari setelah Boris Johnson terpilih sebagai perdana menteri baru.

 

Pada isi dokumen tersebut, pemerintah Inggris mengatakan kemungkinan terjadinya terjadi gangguan pada rute lintas-Selat Inggris yang parah, yang akan memengaruhi pasokan obat-obatan dan jenis makanan segar tertentu. Dikatakan juga mengenai kemungkinan terjadinya demonstrasi dan kontra-demonstrasi di seluruh negeri, disertai dengan kemungkinan meningkatnya gangguan publik.

 

Kesiapan publik dan usaha di Inggris untuk menghadapi hasil no-deal Brexit kemungkinan akan rendah, terutama karena kericuhan politik yang saat ini masih berlangsung di negara itu.

 

Baca Juga: Langkah Brexit Dipersulit Bikin PM Inggris Naik Pitam: Saya Lebih Baik Mati!

 

Pada skenario terburuk dikatakan bahwa truk harus menunggu hingga dua setengah hari untuk menyeberangi Selat Inggris dan warga Inggris dapat mengalami peningkatan pemeriksaan imigrasi di pos perbatasan UE.

 

"Jenis pasokan makanan segar tertentu akan berkurang," demikian disebutkan dalam dokumen yang dilansir Reuters, Kamis (12/9/2019). "Ada risiko bahwa pembelian panik akan menyebabkan atau memperburuk gangguan pasokan makanan."

 

vdnd19myh1hvfxhqsutm_18980.jpg

 

Arus lalu lintas di Selat Inggris dapat berkurang hingga 60 persen pada hari pertama setelah no-deal Brexit. Gangguan terburuk bisa bertahan hingga tiga bulan. Dokumen tersebut juga memaparkan kemungkinan terjadi antrian lalu lintas yang dapat memengaruhi pengiriman bahan bakar, mengganggu pasokan di London dan Inggris tenggara, dan pembelian panik dapat menyebabkan kekurangan di bagian lain negara itu.

 

Layanan keuangan lintas perbatasan akan terpengaruh seperti halnya pertukaran informasi antara polisi dan layanan keamanan. Dokumen dari Operation Yellowhammer pertama kali diterbitkan di surat kabar Sunday Times pada 18 Agustus.

 

Michael Gove yang merupakan menteri bertugas mengoordinasikan persiapan menghadapi "no-deal Brexit", mengatakan bahwa dokumen itu sudah lama dan tidak mencerminkan tingkat kesiapan pemerintah saat ini. Tetapi, kubu oposisi Partai Buruh mengatakan bahwa dokumen tersebut mengonfirmasi risiko yang parah dari no-deal Brexit.

 

“Sangat tidak bertanggung jawab bagi pemerintah untuk mencoba mengabaikan peringatan-peringatan gamblang ini dan mencegah publik melihat bukti-buktinya,” kata Juru Bicara Partai Buruh, Keir Stramer.

 

"Boris Johnson sekarang harus mengakui bahwa dia tidak jujur dengan rakyat Inggris tentang konsekuensi dari No-Deal Brexit."

 

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan akan menunda parlemen Inggris selama lima pekan menjelang Brexit. Banyak yang menduga keputusan kontroversial itu diambil agar pihak oposisi di parlemen memiliki waktu lebih sedikit untuk menggagalkan Brexit atau kembali menundanya.Pada Rabu, pengadilan tertinggi Skotlandia menyatakan bahwa langkah itu melanggar undang-undang, dan tidak sah. Pemerintah Inggris akan mengajukan banding ke pengadilan dalam persidangan pekan depan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: