Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komisi VI Ajukan RUU Perkoperasian ke Sidang Paripurna

Komisi VI Ajukan RUU Perkoperasian ke Sidang Paripurna Kredit Foto: Kemenkop-UKM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi VI DPR RI memutuskan untuk menerima dan melanjutkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian ke pembahasan tingkat dua, yaitu Sidang Paripurna. Sebagian besar fraksi memandang poin-poin dalam RUU Perkoperasian sudah cukup baik dan sudah memperhatikan jati diri dan prinsip-prinsip koperasi.

Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mengungkapkan, salah satu poin utama dalam RUU yang disusun untuk menggantikan UU 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah dimasukkannya prinsip-prinsip syariah yang sudah banyak diterapkan koperasi di Tanah Air.

Sebagaimana diketahui, pada UU perkoperasian lama tidak mencakup tentang prinsip-prinsip perkoperasian syariah. 

"Jika RUU tidak segera disahkan, penyelenggaraan koperasi syariah tidak akan memiliki payung hukum," tukas Teguh dalam Rapat Kerja pembahasan RUU Perkoperasian di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Baca Juga: Dear DPR, Kapan RUU Perkoperasian Segera Disahkan?

Pengesahan RUU Perkoperasian juga akan menguatkan sokoguru perekonomian nasional. Pemerintah nantinya akan mampu menghalau para renterir berkedok koperasi dan berlindung dalam topeng ekonomi kerakyatan.

"Dengan begitu, koperasi yang beroperasi di masa mendatang adalah koperasi yang sehat, sesuai jati diri Indonesia berasaskan kekeluargaan dan demokrasi ekonomi," jelas Teguh.

Kendati demikian, Teguh mengakui, masih terdapat beberapa catatan yang digarisbawahi Komisi VI terkait RUU Perkoperasian. Salah satu catatan yang dikemukakan adalah terkait keberadaan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang dianggap sebagai gerakan tunggal wadah gerakan koperasi.

Anggota Komisi VI Nasim Khan mengatakan bahwa klausul itu menyalahi asas demokrasi karena memberi keistimewaan pada Dekopin yang berpotensi menghambat tumbuh kembangnya wadah gerakan koperasi lain.

Nasim juga tidak menyetujui adanya alokasi APBN dan APBD untuk gerakan koperasi karena tidak sesuai dengan azas kemandirian. Selain itu, Nasim juga tidak setuju terkait pendirian koperasi yang harus melalui penyuluhan dan rekomendasi pemerintah.

"Lebih jauh, koperasi juga harus melaporkan perkembangan kelembagaan, usaha dan keuangan. Hal itu tidak sesuai dengan prinsip otonomi dan kemandirian koperasi dan dikhawatirkan mengganggu berkembangnya koperasi," ujar Nasim.

Sementara Ketua Panja RUU Perkoperasian Inas Nasrullah Zubir menegaskan, dengan adanya perubahan RUU tersebut diharapkan semakin memperkuat peran koperasi sebagai suatu badan usaha berbadan hukum di dalam sistem perekonomian Indonesia.

"Dan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggota koperasi dan masyarakat," ujar Inas.

Baca Juga: Sukses Bangun Bank Sampah, BSM Bakal Bentuk Koperasi

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga berharap DPR dapat membahas RUU Perkoperasian dengan sangat matang, sehingga tidak akan berujung pada gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"RUU ini memang harus disahkan. Di penghujung tugas saya, tentu saya sangat berkepentingan. Tapi, saya juga tidak ingin ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Malu kita semua di sini," ucap Puspayoga.

Menkop dan UKM pun tidak berkeberatan jika akhirnya RUU Perkoperasian baru bisa disahkan pada periode selanjutnya. "Jadi, jangan grusa-grusu. Yang penting matang sempurna," pungkas Puspayoga.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: