Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Baik Pemerintah di Balik Kenaikan Cukai Rokok

Alasan Baik Pemerintah di Balik Kenaikan Cukai Rokok Kredit Foto: Antara/Aji Styawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok dengan rata-rata sekitar 23% dan harga jual eceran (harga banderol) sekitar 35%. Tarif ini akan mulai diberlakukan mulai 1 Januari tahun depan.

Meski akan memberatkan industri rokok hingga mengancam puluhan buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), keputusan ini dibuat bukan tanpa alasan. Salah satunya untuk menekan jumlah perokok, khususnya usia anak dan remaja.

Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, menjelaskan, "Saat ini terjadi peningkatan prevalensi perokok secara global dari 32,8% jadi 33,8%. Perokok pada usia anak dan remaja juga meningkat dari 7,2% menjadi 9,1%, demikian halnya perokok perempuan dari 1,3% menjadi 4,8%."

Baca Juga: Cukai Naik 23%, Pemerintah Tak Peduli Nasib Petani Tembakau dan Tenaga Kerja

Pemerintah, lanjut Nufransa, menyadari sektor cukai rokok ini sangat berkaitan dengan sektor lainnya, seperti industri, tenaga kerja, dan petani baik petani tembakau maupun cengkeh.

Sebagaimana diketahui, fungsi dari pungutan cukai hasil tembakau adalah untuk pengendalian konsumsi rokok (legal maupun ilegal), menjamin keberlangsungan industri dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.

"Kebijakan tarif cukai dan harga banderol tersebut telah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis hasil tembakau (buatan mesin dan tangan), golongan pabrikan rokok (besar, menengah, dan kecil), jenis industri (padat modal dan padat karya), asal bahan baku (lokal dan impor)," tegasnya melalui siaran berita yang diterima Sabtu (14/9/2019).

Dia kembali memaparkan, secara prinsip, besaran kenaikan tarif dan harga banderol dikenakan secara berjenjang. Tarif dan harga banderol sigaret kretek tangan lebih rendah daripada sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin.

Pemerintah pun terus berkomitmen untuk melakukan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran di bidang cukai agar kebijakan tersebut efektif di lapangan.

Berdasarkan survei lembaga independen (UGM), dalam tiga tahun terakhir bea dan cukai berhasil menekan peredaran rokok ilegal dari 12,1% menjadi 7% di 2018. Tahun ini diperkirakan akan menekan menjadi 3%.

Baca Juga: Naikkan Cukai Rokok, Negara Diprediksi Kerek Rp179 Triliun

"Kebijakan kenaikan cukai ini berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Oleh sebab itu perlu penguatan sinergi dengan TNI, Polri, PPATK, dan aparat penegak hukum lainnya dalam mencegah tumbuhnya kembali peredaran rokok ilegal," tukasnya.

Penindakan di bidang cukai yang lebih intensif ini diharapkan juga memberikan kepastian usaha industri hasil tembakau, masyarakat terhindar dari konsumsi barang kena cukai ilegal, dan mencegah potensi kebocoran penerimaan negara dari peredaran rokok ilegal.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: