Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Eksesif Cukai Rokok Matikan Industri Kretek

Kenaikan Eksesif Cukai Rokok Matikan Industri Kretek Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonedia (Gappri) menilai kenaikan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual enceran (HJE) sebesar 35% yang akan mulai berlaku Januari 2020 mendatang terlalu eksesif dan mengancam keberlangsungan industri. 

Ketua Umum Gappri, Henry Najoan menyatakan, Gappri mewakili pabrikan kretek, yang merupakan produk khas Indonesia (heritage) dengan beranggotakan semua jenis yang meliputi golongan l, golongan ll (menengah) dan golongan lll (kecil) dengan jumlah pabrik sekitar 454 unit Gappri memiliki pangsa pasar 70% industri hasil tembakau (lHT) di Indonesia, bulat menolak keputusan pemerintah tersebut.

"lHT merupakan industri yang strategis, memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan negara sebesar 10% dan APBN atau terbesar Rp200 triliun (cukai, pajak rokok daerah, dan PPN). THT juga menyerap 7,1 juta jiwa, yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait," kata dia belum lama ini.

Baca Juga: Jangan Sampai Kebijakan Cukai Rokok Mendzalimi Petani dan Buruh Tembakau!

Ditambahkan Henry, pertanyaannya, jika pemerintah mau mematikan industri ini, apakah sudah ada penggantinya? Apakah benar jika pabrikan rokok dalam negeri tidak beroperasi, maka kesehatan masyarakat dan polusi udara lebih baik secara signifikan?

Selama ini, pemerintah menaikkan cukai rata-rata sekitar 10%, kecuali di 2020. Dengan adanya keputusan pemerintah yang menaikkan rata-rata cukai 23% dan HJE 35% yang sangat eksesif, tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industri. Saat ini, kondisi usaha IHT masih mengalami tren negatif, turun 1-3% dalam tiga tahun terakhir. Menurut data AC Nielsen, produks semester I 2019 turun sebesar 8,6% yoy.

"Dengan naiknya cukai 23% dan HJE 35% diperkirakan akan terjadi penurunan volume produksi sebesar 15% di 2020. Akibatnya, antara lain terganggunya ekosistem pasar rokok, penyerapan tembakau dan cengkeh akan menurun sampai 30%, rasionalisasi karyawan di pabrik serta maraknya rokok ilegal yang dalam dua tahun ini sudah menurun. Rokok ilegal menurun selain karena gencarnya penindakan, juga akibat kebijakan cukai dan HJE yang moderat beberapa tahun terakhir," tambah dia.

Baca Juga: Alasan Baik Pemerintah di Balik Kenaikan Cukai Rokok

Gappri mengaku kecewa karena rencana kenaikan besaran cukai dan HJE yang sangat tinggi tersebut tidak pernah dikomunikasikan dengan pabrikan. Padahal UU nomor 39/2007 tentang Cukai, Pasal 5 ayat 4 berbunyi bahwa penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada RAPBN dan alternatif kebijakan menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan.

Padahal target penerimaan cukai dalam RAPBN 2020, naik sebesar 9,5% (Rp173 triliun), sedangkan usulan Gappri maksimal sebesar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: