Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Anak Buah Amien Rais: Pembakar Hutan Selevel dengan Teroris

Anak Buah Amien Rais: Pembakar Hutan Selevel dengan Teroris Kredit Foto: Antara/Rony Muharrman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penegakan hukum atas kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dewasa ini dinilai masih lemah. Oleh karenanya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga mengusulkan untuk merevisi undang-undang terkait hal ini agar pelaku pembakaran hutan dapat disejajarkan dengan teroris, termasuk dalam hal sanksi yang dijatuhkan terhadap mereka.

"Merevisi peraturan perundang-undangan bahwa pelaku pembakaran hutan, melalui keputusan pengadilan, seharusnya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Levelnya sama dengan teroris," kata Yoga di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Baca Juga: Dampak Asap Karhutla, 4 Pesawat Ini Tunda Pendaratan di Pekanbaru

Baca Juga: Alhamdulillah, Tak Ada Titik Panas Karhutla di Sumatra Utara

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu, pelaku pembakaran hutan telah merusak ekosistem dan lingkungan, memusnahkan plasma nutfah, serta dapat membunuh manusia.

Yoga mengklaim pernah memerjuangkan pasal untuk menjerat pelaku pembakaran hutan dan lahan masuk kategori kejahatan luar biasa dalam pembahasan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan. Namun upayanya itu urung terlaksana.

"Untuk itu perlu diwacanakan lagi usulan pasal ini," imbuhnya.

Yoga meyakini 99 persen penyebab karhutla karena manusia yang sengaja membakar dengan motif land clearing. Biayanya lebih murah karena bermodalkan korek api saja. Ia melihat selama ini penegakan hukum untuk kasus karhutla lemah. Akibatnya pemerintah sering kalah di pengadilan.

"Padahal dari sisi legislasi sudah jelas sanksi pidana dan dendanya. Yaitu pertama, di Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, di Pasal 78 ayat (3) menyebutkan bahwa pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi pidana penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar," tuturnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: