Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gugatan Utang BCK ke HIL Harus Dibuktikan Terlebih Dahulu di Arbitrase

Gugatan Utang BCK ke HIL Harus Dibuktikan Terlebih Dahulu di Arbitrase Kredit Foto: Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah dua kali tertunda selama dua pekan, akhirnya sidang gugatan pailit yang diajukan oleh H Infrastructure Limited (HIL) terhadap PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat digelar, Kamis (3/10/2019). Sidang perdana bernomor 46/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN Niaga Jkt.Pst tersebut baru beragendakan pembacaan permohonan gugatan HIL kepada BCK. 

Sebelum membahas ke masalah pokok gugatan, majelis hakim mempertanyakan mengenai legalitas kedua perusahaan. Utamanya kepada HIL RO. Mulai dari alamat perusahaan, anggaran dasar, izin usaha, hingga bentuk usaha. “Dan direksinya juga siapa. Tolong dicatat agar disiapkan,” kata Ketua majelis hakim kepada kuasa hukum HIL RO, Ian PSSP Siregar.

Baca Juga: BCK Tegaskan Risiko Biaya Penundaan Proyek Jadi Tanggung Jawab HIL

Terlepas dari masalah legal standing, kuasa hukum BCK, Hendry Muliana Hendrawan dari AKHH Lawyers menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh HIL ini sejatinya masih prematur. Sebab ada atau tidaknya utang dari BCK kepada HIL harus dibuktikan dulu di forum arbitrase di SIAC. Dan pembuktian ada atau tidaknya utang tersebut merupakan ranah perdata, bukan di kepailitan.

“Utangnya belum bisa dibuktikan ada atau tidaknya, tapi sudah mengajukan gugatan pailit, ini yang tidak tepat. Justru sebaliknya HIL yang punya utang ke BCK. Selain itu, HIL juga yang belum menyelesaikan kewajibannya kepada vendor-vendor domestik di Indonesia untuk proyek Karaha, padahal dia pemilik dan penanggung jawab proyek,” kata Hendry usai persidangan, Kamis (3/10).

Baca Juga: Sidang Perdana Kasus Pailit BCK Kembali Ditunda

Jadi, lanjut Hendry, sangat aneh jika BCK digugat pailit namun belum jelas apakah BCK memang memiliki utang atau tidak. Apalagi BCK juga merupakan perusahaan yang sehat secara keuangan dan tengah menangani sejumlah proyek infrastruktur nasional. Untuk itu ia meminta majelis hakim menolak perkara ini.

Menurut Hendry, jika benar BCK memiliki utang sebagaimana didalilkan dalam permohonannya, justru aneh mengapa HIL tidak mau melanjutkan perkara di forum arbitrase SIAC (Singapore International Arbitration Center) pada 2017 silam. Padahal di SIAC, BCK telah menanggapi permohonan tersebut dan siap untuk menuntut balik.

Karena HIL tidak membayar biaya perkara walaupun telah ditagih sampai 11 kali oleh SIAC, maka SIAC pun akhirnya membatalkan permohonan perkara bernomor 401 of 2017 tersebut pada November 2018 lalu. “Kalau mereka yakin punya piutang, seharusnya mereka berani melanjutkan arbitrase. Gugatan kepailitan di PN Jakpus ini jelas hanya untuk merepotkan BCK saja,” tegas Hendry. 

Baca Juga: BCK Bantah Miliki Utang ke Perusahaan Asal Selandia Baru

Seperti diketahui, HIL mengajukan gugatan kepada BCK terkait kerjasama operasi (join operation/JO) di proyek Karaha di Jawa Barat. Dalam proyek tersebut, porsi BCK adalah 30% dan hanya sebagai kontraktor pembangunan kontruksi. Sementara HIL RO menjadi pemegang proyek mayoritas dengan porsi kepemilikan sebesar 70%.

Dalam pelaksanaan proyek, HIL dinilai tidak mampu mengerjakan pekerjaannya, karena desain proyek mengalami penundaan dan perubahan berkali-kali. Hal itu berpengaruh pada pembangunan konstruksi, karena pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh BCK tergantung pada desain proyek tersebut.

Rencananya, sidang gugatan ini akan dilanjutkan pada Kamis (10/10/2019) pekan depan dengan agenda pembahasan legal standing Pemohon.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: