Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membandingkan B20 Indonesia dengan B10 Malaysia

Membandingkan B20 Indonesia dengan B10 Malaysia Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat ini, komoditas kelapa sawit Indonesia baik di sektor hulu maupun hilir sedang dihadapkan pada hambatan dagang dari negara importir seperti Uni Eropa dengan black campaign-nya, India dengan perubahan tarif masuk untuk CPO dan produk turunannya, serta perang dagang Amerika Serikat-China yang mengakibatkan lemahnya perekonomian dunia.

Defisit neraca perdagangan Indonesia juga semakin memerah karena defisit migas dan non-migas yang kian melebar. Salah satunya, ketidakstabilan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global serta volume ekspor yang kian tertekan. Kondisi ini semakin kompleks sebagai dampak dari ketergantungan Indonesia terhadap pasar ekspor untuk minyak kelapa sawit.

Baca Juga: Meneropong Strategi Kampanye Sawit Uni Eropa vs Indonesia

Sementara itu, eksekusi terhadap pengembangan bahan bakar minyak nabati agar impor bahan bakar fosil dapat diminimalisir perlu terus digenjot.

Data yang dihimpun Bloomberg mencatat Indonesia sudah menyalurkan 4,49 juta kiloliter biodiesel di dalam negeri pada kuartal I-III 2019, yang mana jumlah ini 120% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2018. Penerapan kebijakan B20 (20% biodiesel + 80% solar) selama tahun 2019 dinilai sudah membawa hasil yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Harga Indeks Pasar (HIP) pada September 2019 untuk bahan bakar nabati jenis biodiesel dijual seharga Rp6.929/liter. Pemanfaatan B20 di Indonesia meliputi sektor public service obligation (PSO) seperti transportasi publik dan kereta api serta non-PSO seperti pembangkit listrik tenaga diesel, alat berat, dan otomotif.

Keberhasilan yang dicapai dengan diterapkannya kebijakan B20 ini yakni terjadi penghematan sebesar US$1,66 miliar hingga akhir kuartal III-2019.

Sebagai eksportir dan produsen CPO terbesar kedua di dunia, Malaysia pun mengikuti Indonesia dalam menerapkan kebijakan campuran solar dan biodiesel 10% (B10) yang mana sebelumnya, Malaysia sudah menerapkan B5 dan B7.

Malaysia juga menggunakan B10 ini pada sektor transportasi publik dan industri. Alokasi yang disiapkan untuk B10 selama 2019 ini sekitar 820 juta liter dengan ekspektasi penghematan yang diperoleh sekitar US$570 juta. Nyatanya, kebijakan ini sudah membantu saving bagi kedua negara terhadap penggunaan bahan bakar fosil.

Per Januari 2020, kebijakan B30 dan B20 akan diterapkan oleh Indonesia dan Malaysia. Sementara ini, B30 dan B20 masih dalam tahap finalisasi uji coba terhadap transportasi publik di masing-masing negara.

Mandatori ini akan tetap terus dikembangkan oleh raksasa kelapa sawit dunia agar popularitas CPO dan pasar domestik semakin kuat. Selain itu, produktivitas dan stok minyak sawit dalam negeri juga dapat terkontrol dengan baik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: