Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Seseorang Kecanduan Main Gim dan Macam Penanganannya

Alasan Seseorang Kecanduan Main Gim dan Macam Penanganannya Kredit Foto: Unsplash/Hardik Sharma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penanganan anak-anak yang kecanduan gim berbeda antara satu dan lainnya. Upaya penanganan itu harus disesuaikan dengan gejala yang muncul. Langkah awal yang dilakukan adalah mengatasi dulu ke arah gangguan emosi.

Gangguan emosi itu antara lain marah, tidak bisa tidur, atau tidak mau makan. Untuk mengatasi gangguan emosi, diberikan obat farmakoterapi. Obat ini bertujuan menyeimbangkan cairan otak (neurotransmitter). Setelah terjadi keseimbangan, obat diturunkan dan terapi perilaku dimaksimalkan.

Dalam terapi perilaku, anak yang kecanduan gim akan diarahkan untuk melakukan kegiatan setelah pulang sekolah. Sebut saja misalnya jika sebelumnya pulang sekolah langsung memegang ponsel, saat ini mulai dibatasi.

Baca Juga: 2020, Indonesia Punya Gim Pahlawan Garapan Developer Lokal

Contoh pembatasan, misalnya ponsel hanya bisa digunakan untuk mengerjakan tugas dari sekolah. Sementara di lingkungan keluarga, anak diharapkan tidak memegang gawai pada jam-jam tertentu.

Tak kalah penting adalah orang tua harus introspeksi apakah mereka juga mengalami kecanduan gawai atau tidak. Gejala yang dapat dilihat adalah setiap lima menit mengecek ponsel. Orang tua memiliki peran besar dalam mengontrol penggunaan ponsel.

 

Psikolog klinis Liza M Djaprie mengaku pernah menangani pasien yang kecanduan gawai sampai mogok sekolah dan kuliah. Dia menganalogikan kecanduan gawai seperti ada kabel yang korsleting di otak.

"Ada yang kecanduan main PS (PlayStation) dan dipotong uang jajannya. Akhirnya dia malah mencuri uang orang tuanya untuk bisa main PS atau pergi ke warnet," kata Liza. 

Psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto menilai adiksi gawai tidak semata-mata disebabkan kebiasaan main gawai semata, tetapi juga karena profil psikologis sang anak. Sebut saja misalnya anak yang tidak bahagia, kurang gerak, dan cara berpikir kaku. Kondisi ini membuat anak semakin rentan terpapar efek negatif gawai.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: