Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

5 Fakta Kebiasaan Ngemil Orang Indonesia

5 Fakta Kebiasaan Ngemil Orang Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Peter Feghali
Warta Ekonomi -

Baik orang dewasa dan anak-anak suka sekali dengan camilan. Mereka bisa memakan kudapan sebagai selingan di antara waktu makan besar.

Salah satu perusahaan makanan ringan, Mondelez International meluncurkan sebuah survei bertajuk The State of Snacking. Survei ini untuk menganalisis kebiasaan, wawasan, dan tren mencamil pada konsumen di berbagai negara.

The State of Snacking dilakukan secara daring oleh The Harris Poll untuk Mondelez International dari 16-27 September 2019. Ada 6.068 partisipas berusia 18 tahun ke atas.

Studi ini menjangkau 12 pasar, yakni Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Brasil, Jerman, Britania Raya, Rusia, Cina, India, Indonesia, dan Australia. Kelompok yang dianalisis mencakup generasi centennials berusia 18-22 tahun, generasi milennial berusia 23-38 tahun, gen X berusia 39-54 tahun, boomers berusia 55-73, tahun dan generasi silent berusia 75 tahun ke atas.

President Director Mondelez Indonesia, Sachin Prasad, mengatakan pihaknya menyadari bahwa terjadi perubahan kebiasaan ngemil dengan meningkatnya urbanisasi, padatnya kesibukan, serta berubahnya keinginan masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa survei tersebut bertujuan mempelajari kebiasaan konsumen dan menemukan berbagai pemahaman baru tentang peran camilan, baik fungsional maupun emosional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

The State of Snacking menemukan potensi yang sangat besar untuk industri makanan ringan, baik secara global juga di Indonesia. Terlebih, frekuensi orang ngemil sehari-hari semakin meningkat. Berikut ini merupakan kebiassan dan tren ngemil masyarakat Indonesia.

1. Lebih banyak mengonsumsi camilan daripada makanan berat
Orang Indonesia mengonsumsi camilan lebih sering daripada makanan berat, yakni hampir tiga kali sehari, sedangkan makanan berat dikonsumsi 2,5 kali sehari. Angka mencamil orang Indonesia lebih tinggi rata-rata global.

Sebanyak 75 persen responden mengatakan makanan ringan yang gampang dikonsumsi di sela-sela aktivitas mereka lebih cocok dengan gaya hidup saat ini. Lantas, 77 persen (18 persen lebih tinggi dari rata-rata global) lebih memilih mengonsumsi makanan ringan sering di sepanjang hari daripada sesekali mengonsumsi makanan berat, bahkan 53 persen mengatakan mereka tidak memiliki waktu lagi untuk mengonsumsi makanan berat.

2. Cenderung mengonsumsi camilan di pagi hari

Orang Indonesia mengudap di waktu yang lebih pagi di antara negara-negara lainnya, yakni di antara makan pagi dan makan siang, tepatnya pukul 11.28 WIB. Hal ini terkait dengan kebiasaan bangun pagi masyarakat Indonesia.

"Di pagi hari masyarakat sudah beraktivitas, seperti beribadah dan menempuh perjalanan panjang menuju tempat kerja masing-masing," kata Sachin dalam acara pemaparan survei The State of Snacking di Jakarta, beberapa waktu lalu.

3. Camilan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan emosional dan mental

Ternyata, masyarakat Indonesia memerlukan kudapan untuk kebutuhan emosional dan mental dibandingkan sekedar mengenyangkan perut. Sebanyak 93 persen responden mengatakan, ngemil dilakukan untuk meningkatkan suasana hati.

Sebanyak 91 persen menyatakan ngemil untuk menemukan momen tenang dengan diri sendiri atau me-time dan memberikan rasa nyaman. Sementara 84 persen responden mengatakan kudapan diperlukan untuk memberikan asupan untuk tubuh.

4. Manjakan diri

Orang Indonesia juga mencamil untuk memanjakan atau menghadiahi diri sendiri (90 persen), untuk beristirahat/menenangkan diri/menghilangkan kegelisahan (90 persen), untuk merasa terhubung dengan orang lain (86 persen) dan untuk tetap merasa berenergi (86 persen).

5. Ngemil untuk meningkatkan kebersamaan

Sebanyak 86 persen responden ngemil untuk menciptakan kebersamaan dengan orang lain. Tak hanya itu, masyarakat Indonesia melihat camilan sebagai sebuah medium untuk terhubung dengan dirinya sendiri dan budayanya. Angka mencamil untuk alasan ini 23 persen lebih tinggi dari rata-rata global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: