Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Borneo, Wajah Indonesia Selanjutnya

Borneo, Wajah Indonesia Selanjutnya Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tanah cokelat becek dan berbukit-bukit itu akhirnya dihampiri oleh orang nomor satu di Republik Indonesia. Kala itu, Selasa 17 Desember 2019, Presiden Joko Widodo bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju meninjau wilayah yang nantinya bakal menjadi Ibu Kota Negara baru.

Kawasan yang disebut sudah tidak menjadi lahan produktif itu berada di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai di Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah berdalih bahwa upaya pemindahan Ibu Kota Negara tak akan merusak hutan di Kalimantan, yang juga disebut salah satu paru-paru dunia.

Baca Juga: Prok Prok Prok! Sambut, Pemenang Sayembara Desain Ibu Kota Baru

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan, Ibu Kota Negara baru bakal memiliki luas wilayah 256 ribu hektare (ha). Dari luas area tersebut, terdapat 56 ribu ha yang merupakan kawasan pemerintahan dan dipimpin oleh seorang manajer kota atau city manager.

Penunjukan sebagian wilayah di dua kabupaten tersebut telah berdasarkan kajian yang cukup memadai, di mana wilayah tersebut memiliki risiko bencana yang minimal, baik itu banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan longsor. Selain itu, penunjukan Kalimantan Timur menjadi Ibu Kota Negara baru karena lokasinya sangat strategis di tengah-tengah Indonesia dan di tengah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Samarinda dan Balikpapan.

"Di wilayah itu juga sudah ada infrastruktur yang relatif lengkap dan sudah tersedia lahan milik pemerintah seluas 180 ribu hektare," tegas Jokowi di Istana Negara, Senin 26 Agustus 2019.

Tak cukup hanya di situ, pemerintah juga mengklaim bahwa kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kesenjangan wilayah yang sudah terjadi cukup lama di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2019, hanya mencapai 5,02 persen. Dari kontribusi tiap wilayah konsentrasi ekonomi masih cukup besar di pulau Jawa, yaitu 59,15 persen dan Sumatera 21,14 persen.

Sementara itu, kontribusi di pulau besar lainnya di Indonesia masih single digit, yaitu Kalimantan sebesar 7,95 persen, Sulawesi sebesar 6,43 persen, Bali Nusa Tenggara sebesar 3,06 persen, dan Papua hanya sebesar 2,27 persen.

Untuk itu, dengan melihat data di atas, langkah pemindahan Ibu Kota Negara oleh pemerintah, tentunya harus diikuti kebijakan untuk membangun pusat-pusat ekonomi baru, di mana nantinya sejumlah lapangan kerja bisa dihasilkan.

Tak Semua APBN

Pembangunan Ibu Kota Negara baru itu menurut rencana pemerintah bakal dilakukan pada akhir 2020 nanti. Anggaran untuk membangun Ibu Kota Negara baru itu diperkirakan mencapai Rp466 triliun.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo memastikan kebutuhan dana yang cukup besar tersebut tak harus semua bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPBU). Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan anggaran dari pemindahan Ibu Kota tersebut pemerintah juga akan melakukan sejumlah inovasi pembiayaan baru yang selama ini belum dilakukan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan untuk membiayai program besar Indonesia itu pemerintah memastikan keuangan negara memiliki kapabilitas memadai khususnya untuk infrastruktur dasar. Ani panggilan akrab Sri Mulyani menjelaskan, memang dalam tahap awal pembiayaan tersebut pemerintah hanya menyiapkan sebesar 19,2 persen dari total Rp466 triliun atau sebesar Rp89,4 triliun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: