Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menunggu Aktor Intelektual Kasus Novel Baswedan dan Kecurigaan Pengaburan Fakta

Menunggu Aktor Intelektual Kasus Novel Baswedan dan Kecurigaan Pengaburan Fakta Kredit Foto: Antara/Abdul Wahab
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak agar Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF. Tim advokasi meminta agar Presiden melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten dalam tim tersebut. 

Permintaan itu dilayangkan kembali, lantaran mereka menilai terlibatnya dua anggota Polri aktif dalam kasus Novel perlu mendapat perhatian, evaluasi, dan kebijakan serius dari Presiden Jokowi.

Salah satu anggota Tim Advokasi Novel, M. Isnur, mengatakan, penangkapan dua tersangka yang merupakan anggota Polri aktif menyisakan banyak pertanyaan. Salah satunya, tentang pengenaan pasal terhadap tersangka adalah Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dan Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Apalagi belakangan, tersangka menyebut Novel sebagai pengkhianat. 

Isnur melanjutkan, dengan merujuk kepada tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Novel dalam membongkar korupsi penting di institusi Kepolisian RI, bisa dilihat sebagai kode yang sangat nyata.  

"Tim  Advokasi melihat, ada kecenderungan yang dibangun bahwa tersangka adalah pelaku tunggal dan menyederhanakan, serta mengalihkan kasus kejahatan ini, karena persoalan dendam pribadi," kata Isnur melalui keterangan tertulis pada awak media, Selasa, 31 Desember 2019.

Curiga Upaya Pengaburan Fakta 

Sebagai kuasa hukum Novel, Isnur, menduga ada upaya memutus mata rantai pemufakatan jahat dalam kasus ini. Sebab, karakter lembaga Kepolisian RI memiliki sistem komando dan pangkat. Tersangka yang memiliki pangkat rendah menunjukkan tindakannya bukanlah tindakan individual. 

Bila dicermati lebih lanjut, Novel selama menjadi penyidik hanya menangani kasus korupsi terbatas pada kewenangan KPK, yakni menindak penegak hukum atau penyelenggara negara yang korupsi di atas Rp1 miliar. Karena itu, ujar Isnur, jika penyidik melepaskan konteks dan latar belakang tersebut dan hanya menempatkan ini sebagai kejahatan dengan dendam pribadi, maka dapat diduga ada upaya untuk mengaburkan kasus yang sesungguhnya. 

Isnur meminta agar penyidik juga mengenakan pasal 55 KUHP, selain Pasal 170 dan Pasal 351 ayat 2 yang sudah dikenakan pada pelaku. "Penyidik seharusnya dapat menggunakan pasal penyertaan 55 KUHP, meskipun belum ada tersangka lain," ujarnya.

Menurut Isnur, ini pernah dilakukan Polri, saat memakai Pasal 55 kepada Pollycarpus sebagai tersangka pembunuh Munir. Bahkan, dalam kasus Munir dibentuk Tim Pencari Fakta Independen yang mengungkap adanya keterlibatan petinggi lembaga negara dan penyidik pun melakukan penyidikan tidak sampai hanya pelaku lapangan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: