Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kritik Pemerintah, PKS Sebut Pemerintah Gagal Jaga Keseimbangan Primer APBN

Kritik Pemerintah, PKS Sebut Pemerintah Gagal Jaga Keseimbangan Primer APBN Kredit Foto: PKS
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI, Mulyanto, meminta Pemerintah ke depan memperbaiki keseimbangan primer dan defisit transaksi berjalan (DTB) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan meningkatkan penerimaan dan menyetop impor migas.

Menurut Mulyanto, ada dua catatan negatif yang mencolok dari laporan realisasi APBN 2019, yakni soal keseimbangan primer dan defisit transaksi berjalan. Keduanya sangat terkait dengan sektor migas.

Baca Juga: Mahfud Minta KPK Sikat Habis Yang Coba-Coba Main Proyek APBN

"Keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayangan bunga utang. Idealnya posisi pendapatan lebih besar daripada belanja negara," ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).

Dengan demikian, lanjut Mulyanto, kondisi keuangan dapat dikatakan aman. Sementara, jika pendapatan lebih kecil daripada belanja, untuk membayar bunga hutang diperlukan hutang baru. Ibarat gali lubang, tutup lubang.

"Pada tahun 2018 kesimbangan primer APBN minus Rp11,5 triliun, sedangkan tahun 2019, sebagaimana dilaporkan pemerintah mencapai minus Rp77,5 triliun. Anjlok lebih dari 300%," katanya.

Penyebabnya selain karena penerimaan pajak yang rendah, kata Mulyanto, juga adalah karena penerimaan sektor migas yang tidak mencapai target yang disebabkan oleh lifting migas yang terus merosot dari tahun ke tahun.

"Tahun 2017 angka lifting minyak kita sebesar 804 ribu barel per hari. Melorot di tahun 2018 menjadi sebesar 778 ribu barel per hari. Kembali anjlok di tahun 2019 menjadi sebesar 741 ribu barel per hari. Akibatnya, penerimaan dari sektor migas terus turun," tegas Mulyanto.

Sementara defisit transaksi berjalan, menurut Mulyanto, mengalami selisih antara nilai ekspor dan impor. Pada tahun 2018 mencapai minus US$ 31.1 miliar dan pada tahun 2019 angkanya relatif tidak jauh berubah. Dari nilai defisit ini, kontribusi sektor migas mencapai sekitar 30%. Ini artinya perdagangan Indonesia tekor terus, terutama sektor migas, khususnya impor minyak olahan.

"Terkait impor minyak olahan, defisit transaksi berjalan kita mencapai US$ 16 miliar atau setara dengan Rp230 triliun. Ini bukan angka yang kecil. Tentu akan sangat menguras devisa kita," tegas Mulyanto.

Menghadapi kondisi ini, seharusnya pemerintah lebih serius dalam meningkatkan lifting migas dan membangun kilang-kilang domestik baru untuk pengolahan minyak di dalam negeri dalam rangka menyetop impor minyak olahan. Jangan sekadar mengeluh atau berwacana melulu soal mafia migas.

"Yang dibutuhkan adalah langkah konkret untuk memperbaiki tata kelola migas ini. Kita masih memiliki potensi untuk itu. Karenanya, pemerintah harus all out," imbuh Mulyanto yang anggota Komisi VII DPR RI.

Mulyanto berharap pemerintah tidak berwacana terus dan lifting minyak Indonesia kembali meningkat, minimal 1 juta barel per hari.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: