Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengguna E-Commerce Indonesia Terbesar di Dunia, CIPS: Sayangnya, Perlindungan Konsumennya Minim

Pengguna E-Commerce Indonesia Terbesar di Dunia, CIPS: Sayangnya, Perlindungan Konsumennya Minim Kredit Foto: Sumber lain
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ira Aprilianti, mengatakan bahwa perlindungan konsumen e-commerce di Tanah Air masih minim. Padahal, Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk perkembangan industri ini.

Berdasarkan GlobalWebIndex, Indonesia merupakan negara dengan tingkat pengguna e-commerce terbesar di dunia. Indonesia menghasilkan transaksi e-commerce sebesar US$20,3 juta pada 2018. Jumlah itu mengalami kenaikan sebesar US$3,3 juta kalau dibandingkan tahun 2017.

Baca Juga: Persaingan E-Commerce, Siapa Juaranya? Si Hijau atau Si Oranye?

Sementara itu, McKinsey melaporkan, industri e-commerce di Indonesia akan tumbuh sepanjang 2017-2022 dan menghasilkan US$20 juta, mendukung 2-3% dari GDP Indonesia dan menyediakan sebanyak 26 juta lapangan pekerjaan.

Ada beberapa persoalan yang berpotensi menghambat pertumbuhan perdagangan e-commerce di Indonesia. Yang pertama adalah belum adanya regulasi mengenai perlindungan data pribadi. Disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen e-commerce.

Penggunaan data pribadi dalam penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang penyedia platform lakukan. Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan perusahaan financial technology (fintech), data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan tanpa seizin konsumen.

RUU ini idealnya mengatur hak dan kewajiban antara penyedia layanan dengan konsumen untuk memperjelas tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja yang boleh diakses oleh penyedia layanan yang berhubungan dengan transaksi tersebut. Sayangnya, saat ini pembahasan RUU ini masih tertunda karena harus menunggu selesainya pembahasan Omnibus Law.

"Permasalahan selanjutnya adalah awareness di masyarakat dan juga upaya pemerintah yang masih minim. Masyarakat sebagai konsumen belum paham urgensi dari perlindungan data pribadi dan hak-hak mereka sebagai konsumen. Upaya-upaya pemerintah juga perlu ditingkatkan supaya bisa mendorong terciptanya kebijakan-kebijakan yang mengedepankan prinsip perlindungan data pribadi konsumen," kata Ira dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Ira menambahkan, sebenarnya Indonesia saat ini sudah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). UU lain yang sudah berlaku adalah UU Nomor 19 Tahun 2016 yang merupakan amandemen dari UU Nomor 11 Tahun 2008.

PP ini sudah mengatur beberapa hal, di antaranya adalah mengenai larangan untuk membagikan dan menggunakan data konsumen ke pihak ketiga dan aturan mengenai data apa saja yang boleh digunakan oleh penyedia layanan e-commerce. Namun, belum ada parameter yang jelas untuk mengukur sejauh mana kinerja para penyedia layanan e-commerce dalam mematuhi regulasi yang berlaku.

Selain itu, persyaratan yang diatur dalam terms and conditions oleh penyedia layanan e-commerce masih berbeda satu sama lain dan belum mengadopsi regulasi yang ada di Indonesia. Umumnya, mereka masih menggunakan terms and conditions yang mengacu ke negara lain, biasanya ke negara tempat asal penyedia layanan tersebut berasal. Dengan mengacu ke regulasi yang ada di Indonesia, persyaratan yang diatur dalam terms and conditions ini diharapkan sama antara satu penyedia layanan dengan penyedia layanan lainnya. Hal ini akan memudahkan konsumen saat mereka mengajukan keluhan.

"Selain itu, perlu adanya konsolidasi antarlembaga pemerintah dalam menangani perlindungan konsumen. Lembaga pemerintah yang saling terkait idealnya bersinergi dalam merumuskan aturan-aturan perlindungan terhadap para konsumen e-commerce," jelas Ira.

Ia juga menambahkan perlunya ada parameter yang jelas, yang mungkin saja dihasilkan dari konsolidasi dari beberapa lembaga pemerintah, untuk mengukur kinerja penyedia layanan e-commerce dalam mematuhi regulasi yang berlaku. Parameter ini juga dibutuhkan untuk pemetaan lebih lanjut mengenai penyedia layanan.

Selanjutnya, Ira menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi terus-menerus kepada masyarakat mengenai data pribadi dan urgensi untuk melindunginya. Edukasi dan sosialisasi diharapkan bisa membuat masyarakat menjadi makin kritis saat bertransaksi melalui platform digital.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: