Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia 'Tenggelam' dalam Persaingan Tren Halal Lifestyle

Indonesia 'Tenggelam' dalam Persaingan Tren Halal Lifestyle Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Halal lifestyle kini mulai menjadi tren global yang menjanjikan dan dilirik oleh berbagai negara. Namun sebagai negara dengan penududuk Muslim terbanyak, sepak terjang Indonesia justru dinilai cukup tertinggal dalam bidang ini.

"Di Indonesia rasanya masih tertinggal," ungkap Direktur Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah dalam konferensi pers Shilin Taiwan Street Snacks, di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga: Catat! Shihlin Taiwan Kantongi Sertifikat Halal MUI

Ikhsan mencontohkan, mal-mal besar di Jakarta hadir dengan beragam gerai makanan. Namun, hanya sebagian dari restoran tersebut yang sudah memiliki sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Karena kita di Indonesia, mungkin dianggapnya semua makanan itu halal," jelas Ikhsan.

Padahal, Ikhsan mengatakan menjamin dan menjaga kehalalan suatu produk membutuhkan usaha yang tidak mudah. Pengusaha perlu memiliki sistem jaminan halal yang baik agar kehalalan produk mereka bisa terjaga secara konsisten.

Ikhsan mencontohkan, pada dasarnya hampir semua makanan di muka bumi ini halal. Hanya beberapa jenis makanan saja yang tergolong tidak halal. Akan tetapi, bila makanan halal ini terpapar dengan sesuatu yang tidak halal, maka makanan halal tersebut akan menjadi tidak halal.

"Yang pertama, komitmen sehingga (suatu produk) ada jaminan halal," tutur Ikhsan.

Senada dengan Ikhsan, Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia Lukmanul Hakim mengatakan, untuk mendeklarasikan kehalalan suatu produk tidak bisa hanya berdasarkan dugaan atau perkiraan. Sebelum dinyatakan halal, harus diketahui secara jelas apakah suatu produk terpapar sesuatu yang tidak halal atau belum jelas kehalalannya.

Baca Juga: Wisata Halal Jadi Dapur Pacu Industri Halal Indonesia

"Karena halal nggak bisa hanya 95 persen halal, 99 persen halal pun nggak boleh. Harus halal 100 persen," ungkap Lukmanul.

Artinya, sebelum menyatakan suatu produk sebagai produk halal perlu diketahui dengan jelas bahan-bahan apa saja yang digunakan hingga seperti apa proses produksinya. Selain itu, kehalalan suatu produk harus terjaga secara konsisten pada setiap proses produksinya.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: