Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kata plastik menjadi trending topic beberapa tahun terakhir. Dari masalah operasi plastik, beras campuran plastik sampai dengan sampah plastik. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan plastik?

Menurut Wikipedia, plastik adalah istilah umum bagi polimer, material yang terdiri dari rantai panjang karbon dan elemen-elemen lain yang mudah dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran. Karena biaya yang relatif rendah, kemudahan manufaktur, fleksibilitas, dan kedap air, plastik digunakan untuk berbagai hal.

Baca Juga: Ini Fakta-fakta Nadiem Makarim Setujui Larangan Penggunaan Plastik di Kemendikbud

Di negara maju, sekitar sepertiga dari plastik digunakan untuk kemasan, yang lainnya digunakan untuk bahan bangunan seperti pipa serta komponen-komponen mobil. Di Indonesia, bahkan masyarakat sangat bergantung pada plastik. Pertanyaannya, kenapa manusia tidak bisa hidup tanpa plastik?

Menurut Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah, Institut Teknologi Bandung, Prof. Enri Damanhuri, rasanya sulit bagi manusia untuk hidup tanpa plastik. Hampir semua barang yang digunakan sehari-hari tidak terlepas dari bahan plastik, misalnya ballpoint, smartphone, aksesori, kartu ATM, jok kursi, furnitur, bahan bangunan, TV, kulkas, dan banyak lagi yang berbahan dasar plastik. Penggunaan plastik seiring dengan perkembangan pola perilaku masyarakat.

Kenapa plastik begitu dimusuhi akhir-akhir ini. Apa penyebabnya? Saat ini banyak masyarakat yang menganggap plastik paska-konsumsi menjadi salah satu penyebab terbesar pencemaran lingkungan, termasuk di laut. Sampai-sampai dilakukan kampanye anti-plastik sehingga masyarakat mulai ramai-ramai mengganti semua hal yang berbau plastik (meskipun baru tas kresek, botol, dan sedotan minuman).

Jika ditilik dari konsumsi plastik sehari-hari, sebenarnya plastik bukan objek tunggal yang bisa disalahkan atas pencemaran lingkungan karena terdapat kontribusi perilaku manusianya. Kendala terbesar dalam penggunaan plastik adalah paska dikonsumsi masyarakat dan kemampuan kapasitas atau pengelolaan sampah plastik yang seharusnya menjadi hal penting.

Konsumsi plastik akan meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat, khususnya bila tidak ada usaha untuk mengeremnya. Contohnya Jepang, walau konsumsinya sangat tinggi, tetapi mereka (pemda-nya) mempunyai kemampuan menangani sampahnya hampir 100%, sementara Indonesia, menurut Bappenas (2017), kemampuan kota/kabupaten dalam menangani sampah tidak mencapai 40%.

Menurut Prof Enri, semua plastik bisa didaur ulang, tidak ada kecualinya. Karena bernilai ekonomi jika sudah didaur ulang dan masuk kembali ke industri. Biasanya pemegang peran pengolahan plastik paska-konsumsi ini adalah pengepul dan pemulung. Pengepul atau pelapak yang menerima pasokan dari pemulung akan melakukan pemilahan dan pengolahan dengan memisahkan bagian yang tidak diinginkan oleh industri. Mereka hanya mengambil (memilih) plastik yang diminta oleh industri.

Industri daur-ulang menginginkan barang yang masuk ke mereka harus sejenis (murni), bersih, dan kering. Namun pemilahan ini masih terbatas karena belum dilakukan secara profesional sehingga manajemen daur ulang plastik belum berdaya guna meminimalisir pencemaran.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: