Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolaborasi Bank dan Fintech Bisa Dorong Inklusi Ekonomi

Kolaborasi Bank dan Fintech Bisa Dorong Inklusi Ekonomi Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keberadaan startup yang bergerak di bidang keuangan atau lebih dikenal dengan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending telah menjadi kebutuhan. Oleh karena itu, keberadaannya tidak bisa ditolak-tolak lagi. Keberadaannya juga tidak bisa lagi disebut dengan menganggu (disrupsi), tapi sebagai pendukung inklusi keuangan dan harus diajak berkolaborasi.

Demikian terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Indopos, di Hotel Ibis, Slipi, Jakarta (27/1/2020). FGD bertema "Dewasa dalam Menyikapi Pinjaman Online" itu menghadirkan narasumber Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Financial Technology (Fintech) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan, dan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI) Kuseryansyah.

Baca Juga: Diganjar Lagi Investment Grade, BI: Fitch Akui Daya Tahan Ekonomi RI

Munawar Kasan mengungkapkan tentang eksistensi fintech di Indonesia yang saat ini telah ada 164 fintech, terdiri dari 139 terdaftar dan 25 berizin dengan model konvensional 152 fintech dan syariah 12 fintech. Namun di luar itu, menurutnya, ada ribuan fintech yang tidak berizin apalagi terdaftar yang bisa diartikan sebagai fintech ilegal.

"Sudah ada tindakan tegas untuk fintech ilegal, tapi satu ditutup, muncul lagi dengan nama yang lain," ungkap Munawar.

Dari fintech yang ada, hingga Desember 2019, terdapat akumulasi dana sebesar Rp81,50 triliun, meningkat 259,56% year to date dengan outstanding Rp13,16 triliun meningkat 160,84% year to date. Adapun akumulasi rekening lender mencapai 605.935 entitas, meningkat 192,01 year to date. Rekening borower 18.569.123 entitas, meningkat 329,95% year to date.

Menurut Munawar, banyaknya pelaku fintech karena adanya kebutuhan. Kebutuhan itu datang dari masyarakat yang membutuhkan pinjaman dana sementara tidak memiliki akses ke perbankan. Karena itulah, fintech hadir untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal itu pulalah yang membuat fintech tidak bisa dikatakan sebagai pesaing bank sebab pasar yang digarap adalah yang selama ini memang tidak terlayani oleh bank.

Ryan Kiryanto melihat apa yang dilakukan oleh fintech sebenarnya sangat bagus, selain membantu kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, upaya tersebut dapat membantu pemerintah meningkatkan inklusi keuangan pemerintah. Sebab, masyarakat-masyarakat unbankable selama ini menjadi bankable.

Dengan naiknnya inklusi keuangan Indonesia, lanjut Ryan, akan menaikkan level inklusi ekonomi Indonesia. Sebab masyarakat akan melek ekonomi untuk memanfaatkan teknologi untuk mendukung ekonominya.

"Karena itu, menurut Ryan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan ruang bertumbuh yang lebih baik," kata Ryan.

Ryan juga meminta agar perbankan dan fintech berkolaborasi. Beberapa bentuk kolaborasi yang bisa dilakukan antara lain, channeling cash management, tukar-menukar informasi, serta pengembangan bisnis.

Ada perbedaan mendasar antara bank dan fintech, yakni bank menghimpun dana masyarakat, sedangkan fintech dana dari investor. Bank memiliki aturan yang ketat, sementara fintech longgar. Adanya perbedaan tersebut dapat dikolaborasikan, misalkan bank menjadi investor fintech dan meminta fintech menjadi agen-agen penyalur dana di daerah-daerah.

Dari nasabah fintech itu sendiri akan bisa menjadi nasabah bank yang potensial. Nasabah fintech yang memiliki riwayat baik dan telah tumbuh tentu akan mebutuhkan dana yang lebih besar yang tidak dapat didanai oleh bank. Pada saat itulah nasabah fintech mulai naik kelas ke bank. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: