Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Depan Pak Wapres, Ketua NU Kritik Pemerintah soal BPJS hingga Skandal Jiwasraya

Depan Pak Wapres, Ketua NU Kritik Pemerintah soal BPJS hingga Skandal Jiwasraya Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengkritik keras sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan masyarakat, terutama kalangan kelas bawah yang mayoritas adalah warga nahdliyin.

Di antaranya soal kebijakan pemerintah yang menaikan iuran BPJS Kesehatan, termasuk untuk kelas III mandiri dari sebelumnya Rp25.500/jiwa/bulan menjadi Rp42.500 sejak 1 Januari 2020 lalu. Begitu pula soal wacana pembatasan subsidi gas elpiji tiga kilogram, serta rencana impor garam besar-besaran. Kebijakan tersebut dinilai sangat meresahkan masyarakat di tengah himpitan akibat tekanan ekonomi.

"Nahdlatul Ulama berpendapat, pemerintah perlu lebih signifikan hadir di tengah kegelisahan masyarakat di bidang perekonomian itu," ujar Kiai Said di hadapan Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan pada peringatan Harlah ke-94 NU di Kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2020).

Kritik keras yang disampaikan di depan Wapres tersebut menarik. Diketahui, sebelum menjabat sebagai Wapres, Kiai Ma'ruf Amin merupakan pimpinan tertinggi NU sebagai Rais Aam. Bahkan, saat ini, Ma'ruf Amin juga masih menjabat sebagai Mustasyar PBNU.

Hadir pula dalam kesempatan itu Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan Ahmad Basarah, dan Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar.

Selain persoalan iuran BPJS, pencabutan subsidi elpiji dan impor garam, Said Aqil juga menyoroti persoalan buruknya pengelolaan industri asuransi di Indonesia sehingga menyebabkan adanya kasus gagal bayar beberapa perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, Bumi Putera, dan Asabri termasuk kemungkinan di Taspen. "Ini membuka pengetahuan publik bahwa betapa buruknya pengelolaan industri asuransi di Indonesia," katanya.

Menurutnya, kesalahan penempatan investasi hingga rekayasa saham overprice merupakan satu di antara sekian kedzaliman ekonomi yang tidak boleh terjadi. "Nahdlatul Ulama berharap kondisi ini tidak sampai mengarah pada distrust masyarakat pada industri asuransi," tuturnya.

NU, kata Kiai Said, bukan anti konglomerat. Yang diharapkan NU adalah konglomerasi yang menghormati pihak yang lebih besar namun tetap menyayangi yang kecil. "Jadilah konglomerat yang menanting ekonomi mikro, kecil dan menengah. Jika kelas menengah terangkat, kelas kecil dan mikro pun harus demikian. Ladang penghidupan pedagang bakso, penjual gorengan, dan usaha-usaha mikro dan kecil lainnya harus dilindungi, harus didampingi. Dan inilah Islam, bukan kapitalis, bukan sosialis. Tapi jalan tengah, moderat," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: