Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tegas! Perusahaan China Ini Ogah Pakai Aplikasi Google Lagi

Tegas! Perusahaan China Ini Ogah Pakai Aplikasi Google Lagi Kredit Foto: Foto/Ilustrasi/Sindonews/Ian
Warta Ekonomi, Bogor -

Perusahaan telekomunikasi China, Huawei, masih berada di dalam Daftar Entitas Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS). Hal itu membuat Huawei kehilangan akses ke rantai pasokan komponen teknologi dari perusahaan AS, termasuk Google.

Perusahaan pun telah membangun inventaris komponen-komponen kunci terlebih dahulu dan telah menemukan solusi yang memungkinkannya mengatasi larangan tersebut. Satu-satunya perusahaan berbasis di AS yang kemungkinan besar terlewatkan oleh Huawei adalah Google, karena larangan mencegahnya melisensikan Layanan Seluler Google.

Akibatnya, lineup handphone andalan terbaru Huawei (2019) Mate dan P40 mendatang bakal terus menggunakan versi open-source Android. Handset juga tidak akan menjalankan aplikasi Android Google.

Baca Juga: Sudah Punya Sistem Operasi Sendiri, Huawei Masih Mau Pakai Android Enggak?

Kurangnya aplikasi Google seperti Play Store, Search, Gmail, Drive, dan lainnya tidak memengaruhi permintaan ponsel Huawei di China. Sebab sebagian besar aplikasi Google dilarang di negara itu.

Namun kurangnya Layanan Seluler Google memengaruhi penjualan internasional pabrikan. Perusahaan pun meresponsnya dengan telah mengembangkan Layanan Seluler Huawei-nya sendiri demi menggantikan Google. Huawei pun telah berusaha keras mendapatkan pengembang aplikasi untuk mendukung ekosistemnya sendiri dan aplikasi tersedia melalui etalase aplikasi AppGallery-nya.

Huawei Mobile Services bakal debut pada lineup Huawei P40 yang diharapkan dirilis di bulan Maret. Perusahaan dilaporkan siap menghabiskan US$3 miliar untuk HMS. Karena itu Huawei bakal menolak jika aplikasi Google kembali tersedia untuk handphone-nya.

Huawei berhasil mengirimkan 238,5 juta ponsel pada 2019. Jumlah ini meleset jauh dari perkiraan di awal 2019 yang menyebut angka 300 juta unit dan siap mengkudeta Samsung untuk menjadi produsen smartphone terbesar di dunia.

Menurut surat kabar berbahasa Jerman, DerStandard yang dilansir WinFuture, Country Manager Huawei, Fred Wangfei, mengatakan, jika pembatasan akan dicabut, perusahaan tidak akan menambahkan aplikasi Google ke handphone barunya.

Itu bertentangan dengan komentar yang dibuat September lalu oleh Ketua Kelompok Konsumen Huawei, Richard Yu. Pada saat itu, Yu mengatakan, jika Huawei diizinkan mengakses rantai pasokan AS, maka itu akan menambah aplikasi Google ke lineup Mate 30 semalam.

Garis pemikiran baru Huawei ialah, mereka tidak ingin menghadapi situasi ini lagi di lain waktu. Dengan demikian, pabrikan ingin berhenti bergantung pada pemasok AS karena merasa tidak dapat lagi menganggap negara bagian sebagai sumber pasokan yang stabil.

AS menganggap Huawei sebagai ancaman keamanan nasional sejak 2012. Para pembuat undang-undang di negara-negara bagian khawatir dengan rumor hubungan antara perusahaan dan Pemerintah Komunis China.

Yang menjadi perhatian Pemerintah Trump adalah undang-undang di China yang memungkinkan Pemerintah Xi Jinping untuk menuntut agar Huawei memata-matai atas namanya. Akibatnya, pejabat AS khawatir ponsel dan peralatan jaringan Huawei mengandung pintu belakang yang mengirim informasi dari konsumen dan perusahaan Amerika ke Beijing. Perusahaan telah berulang kali membantah tuduhan ini dan hingga saat ini, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa itu benar.

 

Selain posisinya sebagai produsen handphone terbesar kedua di dunia, Huawei juga merupakan penyedia peralatan jaringan terbesar di dunia. Ini membuat AS memperingatkan sekutu untuk tidak menggunakan gigi Huawei di jaringan 5G mereka. Sementara Jepang dan Australia telah mengindahkan peringatan ini, Jerman dan Inggris belum terlihat mematuhinya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: