Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perhatian Penduduk Planet Biru, Ilmuwan Bilang 25 Tahun Sekali Badai Matahari Hantam Bumi

Perhatian Penduduk Planet Biru, Ilmuwan Bilang 25 Tahun Sekali Badai Matahari Hantam Bumi Kredit Foto: REUTERS/Agustin Marcarian
Warta Ekonomi, Inggris -

Gabungan tim peneliti dari Universitas Warwick dan British Antarctic Survey di Inggris menganalisis aktivitas matahari yang mendampak bumi. Riset mereka menyimpulkan bahwa badai marahari menghantam bumi setiap 25 tahun sekali di lokasi berbeda.

Badai matahari disebut juga badai geomagnetik. Fenomena itu terjadi ketika matahari mengirimkan partikel bermuatan ke luar angkasa. Partikel tersebut dapat berasal dari lubang koronal yang memancarkan aliran angin matahari berkecepatan tinggi.

Baca Juga: Langit di Kota China Menampakkan Fenomena Tiga Matahari, Ternyata Sangat Langka

Akibatnya, partikel berpotensi melesat dua kali lebih cepat dari angin matahari normal. Partikel-partikel yang mengenai magnetosfer bumi akan menyebabkan semacam badai. Sepanjang catatan sejarah, sudah ada sejumlah badai yang terindentifikasi.

Badai geomagnetik paling terkenal dan paling kuat adalah Peristiwa Carrington pada 1-2 September 1859. Fenomena itu mengacaukan sistem telegraf di seluruh Eropa dan Amerika Utara, juga membuat aurora bisa terlihat di seluruh dunia.

Catatan sejarah yang lebih baru adalah badai matahari pada 1989 di Quebec, Kanada. Terjadinya badai mengganggu sistem distribusi daya, serta menimbulkan aurora yang terlihat sepanjang bagian selatan, termasuk di negara bagian Texas.

Risiko besar dari badai matahari kini semakin meningkat karena dunia menjadi lebih terhubung secara elektronik. Satelit-satelit adalah hal yang paling rentan, terlebih masyarakat modern sangat bergantung pada perangkat tersebut.

Tim periset mengidentifikasi dua jenis badai matahari. Badai super yang berkekuatan lebih kuat rata-rata terjadi setiap 25 tahun. Sementara, badai dengan kekuatan lebih lemah tetapi masih berisiko rata-rata berlangsung setiap tiga tahun.

Hasil riset mereka telah diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters. Penulis utama studi, Sandra Chapman dari Universitas Warwick, tertarik menganalisis badai karena sangat perlu membuat perkiraan badai kembali terjadi.

Makalah disusun berdasarkan data medan magnet sejak 150 tahun silam. Menurut Chapman, memprediksi kemungkinan berlangsungnya badai lanjutan merupakan bagian penting dari perencanaan mitigasi untuk melindungi infrastruktur dunia.

Biasanya badai hanya berlangsung beberapa hari, tetapi akan sangat mengganggu teknologi modern. Badai super dapat menyebabkan pemadaman listrik, merusak satelit, mengganggu penerbangan, juga menyebabkan hilangnya sementara sinyal GPS dan komunikasi radio.

"Penelitian ini mengusulkan metode baru untuk mendekati data historis, untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kemungkinan terjadinya aktivitas badai di masa depan," kata Chapman, dikutip dari laman Science Alert.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: