Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ditemukan Senyawa Baru pada Ganja, 30 Kali Lebih Kuat dari THC

Ditemukan Senyawa Baru pada Ganja, 30 Kali Lebih Kuat dari THC Kredit Foto: Reuters/Jaime Saldarriaga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti di University of Modena and Reggio Emilia, Italia menemukan senyawa baru pada tanaman ganja. Senyawa ini terbukti berpotensi 30 kali lebih kuat dari THC (Tetrahydrocannabinol), senyawa psikoaktif pada ganja yang paling banyak dipelajari para peneliti.

CNN, Senin (3/2/2020) menyebutkan, senyawa tersebut adalah cannabinoid baru bernama Tetrahydrocannabiphorol atau THCP. Namun, apakah senyawa baru ini akan menghasilkan 30 kali lebih tinggi dari THC atau lebih tinggi lagi? Masih tidak jelas.

Baca Juga: Menarik, Warga Canberra Dapat Izin Tanam dan Pergunakan Ganja

Ilmuwan Italia yang menemukan senyawa kedua ini mengatakan bahwa senyawa baru tersebut sebelumnya tidak dikenal. Ilmuwan hanya memberi nama CBDP. Tampaknya menjadi sepupu dari CBD, senyawa obat yang dikenal karena aktivitas anti-inflamasi, antioksidan, dan antikonvulsan.

Senyawa tersebut diisolasi dan diidentifikasi dari varietas kanabis medis Italia menggunakan spektrometri massa dan metabolism. Proses ini digunakan untuk menemukan bahan kimia dasar dari sampel atau molekul.

Penemuan ini diterbitkan dalam jurnal Nature. Para penulis jurnal menilai kemampuan THCP untuk mengikat reseptor cannabinoid manusia yang ditemukan dalam sistem endocannabinoid. Senyawa dikirim ke laboratorium untuk diuji dalam sebuah tabung.

Tugas sistem endocannabinoid adalah menjaga tubuh tetap dalam homeostasis atau keseimbangan dan mengatur segalanya mulai dari tidur hingga nafsu makan, peradangan, rasa sakit, dan banyak lagi. Ketika seseorang mengisap ganja, THC menguasai sistem endocannabinoid, menempel pada reseptor cannabinoid, dan mengganggu kemampuan mereka untuk berkomunikasi antar-neuron.

THCP terikat kuat pada kedua reseptor, 33 kali lebih banyak dari THC, dan 63 kali lebih banyak dari senyawa lain yang disebut THCV. Temuan ini membuat penulis bertanya-tanya apakah THCP dapat menjelaskan mengapa beberapa varietas ganja yang kuat memiliki efek yang lebih kuat dari THC.

"Ini berarti, senyawa ini memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor dalam tubuh manusia," ungkap Dr Cinzia Citti, penulis utama dan peneliti pasca-doktoral di University of Modena and Reggio Emilia di Italia.

"Dalam varietas ganja di mana THC hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah, kita bisa berpikir bahwa kehadiran cannabinoid lain yang lebih aktif dapat menjelaskan efek tersebut," lanjutnya.

Citti mengatakan, rantai samping alkil merupakan kekuatan pendorong di balik efek cannabinoid pada manusia. Pada sebagian besar dari 150 senyawa ganja, termasuk THC, rantai tersebut hanya memiliki panjang lima atom.

Namun, THCP memiliki rantai tujuh atom. Artinya, dalam bentuk aslinya ia telah melampaui potensi THC. Menurut Citti, cannabinoid dengan lebih dari lima atom belum pernah dilaporkan terjadi secara alami. Selain itu, kebanyakan belum diisolasi atau dikarakterisasi karena sangat sulit.

Menurut Dr Jane Ishmael dari College of Pharmacy, Oregon State University, tantangan yang dihadapi ilmuwan adalah butuh waktu lama untuk mengisolasi, terutama dengan sumber langka. "Saya mendapat kesan bahwa produk ini hadir dalam jumlah kecil. Jadi mengejutkan, menemukan produk alami dari tanaman ganja yang sudah kita kenal sejak lama," katanya.

Efek pada Manusia

Selama ini, fokus penelitian ilmuwan pada ganja adalah CBD terkait manfaat kesehatannya. Namun, karena THCP menunjukkan kemampuan mengikat dan potensi yang lebih kuat, para penulis jurnal Nature berpikir ada juga potensi manfaat kesehatannya.

Temuan ini memungkinkan produksi ekstrak ganja untuk efek fisik yang ditargetkan. Artinya, lebih banyak pengujian dengan metode penelitian yang dapat melanjutkan temuan dan identifikasi senyawa-senyawa baru.

"Ada kanabinoid kecil dan jejak lain di tanaman ini yang sulit untuk dipelajari. Tetapi dengan isolasi, kita bisa terus menilai efek yang mungkin ditawarkan," kata Ishmael.

"Secara historis, banyak obat-obatan diturunkan atau terinspirasi produk alami. Adanya senyawa baru yang mengikat dengan afinitas yang sangat tinggi ini memberikan para ilmuwan sebuah penyelidikan baru dalam ilmu biologi," katanya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: