Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

CEO itu harus bisa membaca forecast besar yang akan terjadi. Kalau enggak punya big data, enggak punya future forecast, dia bukan seorang CEO, dia hanya seorang pekerja normal

Begitulah kira-kira sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Chief Executive Officer (CEO) PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana saat berbincang dengan tim Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Pria kelahiran di Klaten, 10 Februari 1965 ini melanjutkan, bila setelah memiliki big data dan forecast for the future (prediksi masa depan), baru menyiapkan environment (lingkungan) baru yang kemudian disusun menjadi sebuah program. Setelah terbentuk, program terjemahannya akan banyak, seperti yang saat ini ia lakukan di WIKA.

Tumiyana yang menempuh Pendidikan Teknik Sipil di Universitas Borobudur dan memperoleh gelar Magister Manajemen Jakarta Institute of Management Studies tahun 1997 ini telah merancang sebuah program yang akan membawa WIKA menjadi masyarakat internasional.

Baca Juga: CEO DanaRupiah: Pindah Kantor Demi Genjot Kinerja Usaha

"Jadi, kalau CEO tidak tahu ke depan dia enggak bisa develop (mengembangkan), kalau enggak bisa develop, gagallah perusahaan ini. Makanya saya selalu bicara sustaninability company (korporat berkelanjutan) bukan eksekusi besok ngapain? Company harus sustain (stabil) ke depan, caranya gimana?" tegasnya.

Mendengar ucapan Tumiyana tersebut, tim Warta Ekonomi merasa penasaran atas program yang telah disiapkannya setelah menduduki posisi orang nomor satu di WIKA pada tahun 2018 lalu. Berikut percakapan tim Warta Ekonomi bersama Tumiyana.

Sebagai seorang CEO, apa visi dan misi yang telah Bapak siapkan untuk WIKA?

Visi WIKA, saya sudah siapkan di tahun 2030 menjadi yang terdepan dalam investasi dan EPC berkelanjutan untuk kualitas kehidupan yang lebih baik.

Misi WIKA itu pertama, menyediakan jasa dan produk EPC yang terintegrasi berlandaskan pada prinsip kualitas, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan. Kedua, memastikan pertumbuhan berkelanjutan dengan portofolio investasi strategis. Ketiga, melakukan pengembangan kawasan terpadu demi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. 

Keempat, memberikan pelayanan kolaboratif yang melampaui ekspektasi atau harapan pemangku kepentingan. Kelima, menciptakan rekam jejak di kancah global melalui inovasi dan teknologi mutakhir. Keenam, mengimplementasikan budaya belajar dan inovasi untuk memenuhi kompetensi global. Last but not least, menumbuhkan kearifan lokal melalui praktik kepemimpinan untuk membangun kesejahteraan yang menyeluruh.

Misalnya gini, aku lihat dalam 10 tahun ke depan WIKA menjadi masyarakat internasional, berarti anakku semua proses bisnis harus ke sana. Untuk itu, program jangka panjang harus dituangkan, misalnya 5-10 tahun. Nah, program itu diterjemahkan: tahun ini ngapain, tahun depan ngapain, saya bisa ngomong milenial disiapin kayak gini kalau saya tahun ke depan.

Jadi, company itu harus suistain ke depan. Caranya gimana? Tadi saya sampaikan recurring income (pendapatan berkelanjutan) harus besar, berapa? 15%, kenapa? Karena satu spending: usaha 2%, bunga 2%, sudah 4% (spending). Pajak 3%, berarti sudah 7%. Kalau kita punya 15%, kita masih sisa 8%. Kalau sisa 8%, kalau ada apa-apa, perusahaan tenang, tidak ribut PHK, enggak ada ribut macam-macam.

Sehingga saya menganologikan kalau kapal kita gede, ditabrak ombak gede, paling lecet aja, mati sih enggak. Makanya saya bilang seorang CEO harus punya big data, punya future vision, terus dibawa pulang, dilihat environment-nya, mau ngapain, terus dibuat program, setelah itu tim eksekusi based on program.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: