Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga TBS dan Kemitraan, Apa Hubungannya?

Harga TBS dan Kemitraan, Apa Hubungannya? Kredit Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Warta Ekonomi, Jakarta -

Harga TBS (tandan buah segar) sawit di beberapa provinsi sentra di Indonesia hingga sepertiga Februari tercatat kembali turun. Penetapan harga TBS ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari pengusaha, kelompok pekebun, dan unsur pemerintah daerah berdasarkan rumus hitungan yang telah disepakati.

Merujuk hasil dari tim penetapan harga TBS, untuk Provinsi Riau ditetapkan harga TBS sawit umur 10–20 tahun turun Rp147,73/kg menjadi Rp1.916,49/kg. Begitupun dengan harga TBS di Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara yang turun mencapai 9% dibandingkan periode sebelumnya di level Rp2.000-an/kg. Harga TBS di Sumatera Selatan menjadi Rp1.911,16/kg; di Jambi Rp1.830,83/kg; dan di Sumatera Utara Rp1.857,13/kg.

Baca Juga: Uni Eropa Persulit Ekspor Sawit RI, Airlangga: Ini Tak Bisa Dibiarkan

Meskipun demikian, masih banyak individu petani swadaya yang belum menikmati pergerakan harga TBS saat ini. Hal tersebut karena harga yang ditetapkan bersama pihak terkait hanya akan dirasakan oleh petani plasma yang sudah membentuk suatu kelembagaan atau kemitraan dengan perusahaan ataupun PKS (pabrik kelapa sawit) setempat.

Tidak hanya harga TBS yang lebih baik serta bantuan saprotan (sarana produksi pertanian) yang akan diperoleh petani dari PKS, tetapi juga pembinaan secara langsung dalam mengurus tanamannya sehingga kuantitas dan kualitas panennya akan sesuai dengan standar dari pabrik. 

Sementara bagi petani swadaya, harga yang diperoleh bergantung kepada siapa dan bagaimana menjualnya. Dalam kondisi seperti ini, bargaining position tengkulak sebagai perantara pemasaran antara petani dengan PKS akan makin kuat. Selisih harga TBS yang akan diperoleh petani dari tengkulak dengan PKS berkisar antara Rp300/kg – Rp600/kg.

Dalam membentuk suatu kelompok, pekebun sawit dianjurkan untuk membentuk kelompok yang lahannya saling berdekatan yang luasnya sekitar 50 hektare dan kemudian mengusulkan ke pemerintah untuk diproses lebih lanjut. Keberadaan kelompok tani dan kemitraan ini tentunya akan sangat bermanfaat dalam pengembangan usaha tani kelapa sawit petani swadaya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: