Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Diatur, Jumlah Perokok di Inggris Turun

Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Diatur, Jumlah Perokok di Inggris Turun Kredit Foto: Reuters/Leonhard Foeger
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah negara maju di Eropa menerapkan penggunaan produk tembakau alternatif untuk mengatasi permasalahan penyakit tidak menular yang salah satu faktor risikonya diakibatkan oleh rokok. Penggunaan produk tersebut pun diatur melalui regulasi yang berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Ahli Toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho'im Hidayat turut menghadiri kegiatan internasional Conference on Harm Reduction in Non-Communicable Diseases yang diselenggarakan di Paris, Perancis pada 2-3 Februari, mengatakan bahwa sejumlah negara di Eropa, seperti Inggris, Perancis, Polandia, dan Rusia sudah memiliki regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, yang terpisah dari rokok.

Sho'im menjelaskan, Inggris sudah mengatur secara ketat penggunaan produk tembakau alternatif sejak 2015 lalu. Hasilnya positif, kalau perokok dewasa sudah banyak yang beralih ke produk tembakau alternatif, maka risiko terkena penyakit tidak menular yang salah satunya bisa disebabkan oleh rokok juga dapat menurun.

Baca Juga: Buruh Tolak Keras Omnibus Law Cipta Kerja, Pemerintah-DPR Gak Usah Kejar Tayang

"Oleh karena itu, Indonesia bisa mencontoh Inggris dan menjadi pelopor di kawasan Asia Tenggara agar tujuan kesehatan masyarakat dapat tercapai," tegasnya.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian terbesar kedua di dunia dan bertanggung jawab atas sekitar 9,6 juta kematian di 2018.

Secara global, sekitar satu dari enam kematian disebabkan oleh kanker. Penggunaan tembakau yang dibakar yang menghasilkan lebih dari 7.000 zat kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya adalah faktor risiko tertinggi dan bertanggung jawab atas sekitar 22% kematian akibat kanker.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: