Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Save Our Sea: Potensi Kapal Karam, Musibah yang Jadi Berkah

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Save Our Sea: Potensi Kapal Karam, Musibah yang Jadi Berkah Kredit Foto: Unsplash/NOAA

Kendala

Walaupun bernilai potensi yang sangat tinggi, namun pemanfaatan BMKT dan kapal tenggelam tidak bisa dengan mudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Penyebabnya, pemanfaatan dan pengelolaan potensi tersebut masih terkendala biaya, terutama untuk pengangkatan kapal yang besar. Pengangkatan bangkai kapal dan BMKT di sejumlah titik lokasi kecelakaan kapal yang ada di perairan Indonesia, terhitung mahal. Padahal, titik lokasi kecelakaan kapal di masa lalu diketahui sangat banyak di perairan Nusantara.

Sayangnya, potensi besar tersebut masih belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Selain mahal, perlu diterbitkan regulasi yang relevan dengan kondisi kekinian untuk mengatur wewenang pengelolaan BMKT. Tanpa regulasi baru, pemanfaatan dan pengelolaan BMKT masih akan terhambat, terutama karena dana yang terbatas. Sementara, pihak swasta yang memiliki dana memadai, juga tidak mendapatkan peluang karena hanya pemerintah pusat dan daerah yang berhak melaksanakannya.

Beberapa Hal yang Perlu Perhatian

1. Tinggalan budaya bawah air memiliki potensi sebagai bagian dari daya tarik wisata berbasis bahari. Wisata bahari dapat menjadi alat memanfaatkan tinggalan budaya bawah air sebagai atraksi wisata selam, sekaligus untuk melestarikan keberadaan tinggalan budaya bawah air secara berkesinambungan. Sebagai daya tarik, pada prinsipnya harus memperhatikan tiga hal, yaitu (1) permintaan pasar (demand), (2) pemetaan (mapping) dan penilaian (assessment) potensi atraksi wisata selam, (3) pengemasan produk.

Potensi wisata bahari khususnya wisata selam, masih memiliki peluang untuk dapat dikembangkan lebih optimal mengingat adanya aspek permintaan (demand). Prospek wisata bahari sebagai sumber devisa berlabel industri yang menjanjikan tersebut didukung prospek wisata bahari sebagai sumber devisa oleh World Tourism and Traveling Council (WTTC).

2. Pariwisata yang memanfaatkan sumber daya kebudayaan, seperti kapal tenggelam beserta muatannya, disertai dengan mengedepankan pemahaman ekonomi menyebabkan terjadi benturan kepentingan dengan pelestarian nilai-nilai yang terkandung di balik sumber daya dimaksud (American Anthropological Association 2003, 1-5).

3. Setiap temuan tinggalan budaya kapal tenggelam beserta muatannya harus didata secara detail sesuai dengan ilmu arkeologi sebelum dimanfaatkan. Hal ini akan memberikan kemudahan dalam merekonstruksi kesejarahan dan kebudayaan masa lalu di perairan Indonesia dan dapat memberi masukan bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah, pengusaha industri wisata, maupun masyarakat setempat yang memiliki kepentingan terhadap keberadaan tinggalan budaya kapal tenggelam beserta muatannya.

Selain itu, data atau informasi tersebut dapat menjadi kebijakan bersama antar-pihak yang berkepentingan.

Akhir kata, BMKT itu memiliki nilai ekonomi maupun nilai historis sehingga wajar jika pemerintah berkomitmen untuk mengelolanya serta tidak menyerahkannya ke pihak lain. Sangat sependapat jika BMKT adalah identitas bangsa, dan harus dikelola secara sustainable. Terlebih keindahan bawah laut yang memiliki dua pertiga coral di dunia itu memang indah dan berkelas dunia. Kehadiran BMKT sebagai alternatif bagi para penyelam dunia untuk bisa datang ke Indonesia menjadi urgent dan relevan.

Selain alasan nilai estetika dan nilai historis, juga nilai ekonomis. Bagaimana objek wisata tersebut mampu menyedot kembali arus wisatawan asing ke Indonesia, di masa paranoid karena terpaan virus corona. Harusnya gencar dipromosikan wisata laut (Aquaman Tours and Travel) yang anti-virus corona karena penyebaran virus corona hanya masif melalui udara.

Sebagai negara lautan luas dengan segenap isi yang ada di dalamnya termasuk kapal karam beserta BMKT yang memiliki nilai estetika, nilai historis dan nilai ekonomis yang tinggi, bangsa Indonesia ini seharusnya sudah tidak lagi menepuk dada dan menemukan dirinya sebagai bangsa pelaut yang memiliki sumber daya kelautan yang luar bisa, tapi juga harus mampu menjadi bangsa yang bisa menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan anak bangsanya sendiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan yang maha-kaya dan berkelanjutan.

Paling tidak ungkapan George Bernard Shaw: "hidup bukan tentang menemukan dirimu sendiri. Hidup adalah tentang menciptakan diri sendiri" menjadi nyata di bumi Indonesia.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: