Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ramai Pernyataan Kontroversial Pejabat Publik, Praktisi Komunikasi: Kurang Intelektualitas

Ramai Pernyataan Kontroversial Pejabat Publik, Praktisi Komunikasi: Kurang Intelektualitas Kredit Foto: Dihar Dakir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mulutmu harimaumu, peribahasa ini seharusnya menjadi patokan bagi para pejabat publik di negeri ini agar tak sembarang melontarkan pernyataan yang berakhir pada kontroversi. Diketahui, beberapa pernyataan pejabat publik menjadi kontroversi di tengah masyarakat.

Sebagai contoh yang teranyar, pernyataan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebutkan jika perempuan berenang bersama laki-laki di kolam renang bisa menyebabkan kehamilan. Hal itu dinilai bisa terjadi karena kurangnya intelektualitas atau pemahaman sang pejabat dalam menyikapi suatu isu.

Baca Juga: Pengamat Ungkap Alasan Banyak Pejabat Buat Pernyataan Kontroversi: Faktor Intelektual

Praktisi Komunikasi dari  Pandawa PR, Dihar Dakir, mengatakan, seorang pejabat publik sudah seharusnya memahami bahwa setiap pernyataan yang ia keluarkan akan mewakili instansi tempatnya bernanung. Dengan begitu, diperlukan kehati-hatian dan kesadaran dalam setiap pernyataan. "Seringnya, demi menaikkan nama, pejabat publik mengeluarkan pernyataan kontroversial. Padahal, itu menjadi backfire bagi dirinya sendiri dan instansinya," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Menurut Dihar, pernyataan seorang pejabat publik bisa menimbulkan opini di masyarakat dan juga tidak bisa ditarik kembali (irreversible). Jadi, bila pernyataan tersebut dikeluarkan kemudian disanggah oleh si pembuat pernyataan, masyarakat akan tetap mengingat pernyataan pertama yang disampaikan oleh pejabat tersebut.

Dihar menuturkan, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan agar pejabat publik tidak terjebak dalam pernyataan kontroversial yang menimbulkan polemik di masyarakat. Pertama adalah empati. "Pejabat publik harus meningkatkan empati terhadap isu-isu di masyarakat. Empati perlu agar pejabat publik memperhatikan setiap pernyataan yang dikeluarkan bisa menenteramkan suasana bukan malah membuat kegaduhan," kata dia.

Ia mencontohkan pernyataan Sekda DKI mengenai banjir yang memberikan pernyataan "agar banjir dinikmati saja". Menurut Dihar, penyataan ini bukan saja tidak berempati, tetapi juga menimbulkan kegaduhan di masyarakat. "Pernyataan tersebut menunjukkan ketidaksiapan Pemda DKI dalam menghadapi banjir dan sekaligus ketidakpedulian terhadap kondisi masyarakat yang menghadapi bencana banjir," kata dia.

Kedua adalah pernyataan pejabat publik tidak boleh mendeskriditkan golongan atau kelompok tertentu. Dihar menyampaikan, pejabat publik harus selalu berada di posisi netral, bahkan jika memang harus berpihak, keberpihakan tersebut harus didukung oleh fakta dan data yang valid sehingga menjadi dasar yang kuat. 

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pejabat publik adalah berbicara sesuai dengan bidang yang dikuasai. Menurutnya, latar belakang keilmuan dan pengetahuan harus menjadi dasar seorang pejabat publik dalam mengeluarkan pernyataan ke masyarakat. Jika tidak memahami bidang ilmu tersebut, ada baiknya menahan diri untuk mengeluarkan pernyataan.

Menurutnya, seorang pejabat yang tidak memiliki dasar keilmuan yang sesuai malah akan menimbulkan ketidakpercayaan publik. Sebagai contoh pernyataan Komisioner KPAI mengenai kehamilan di kolam renang. Padahal, ia bukanlah ginekolog yang menguasai ilmu alat reproduksi manusia. Pernyataan serampangan tersebut malah menjadi cibiran di masyarakat bahkan menjadi pemberitaan di media internasional. 

Dihar berpendapat, fenomena kontroversial para pejabat publik ini bisa jadi sebagai alat untuk menaikkan popularitas. Memang, langkah tersebut tidak salah jika hanya ingin terkenal atau mendapatkan popularitas sesaat, tetapi yang didapat adalah popularitas yang buruk, bukan baik. 

"Jika hal tersebut terjadi, cap sebagai pejabat/orang yang kontroversial atau kurang intelektual akan terus menempel," kata dia.

Ia mengingatkan, di era digital saat ini, berbagai  isu mudah sekali menjadi viral. Isu viral tersebut bisa disebabkan kesengajaan/setting atau bisa juga karena keteledoran sang komunikator. Menurutnya, ada beberapa pihak yang melempar pernyataan kontroversial  untuk agenda tertentu.

"Isu yang di-setting (diarahkan) itu di antaranya ditujukan mendongkrak polularitas atau ada pihak yang memiliki kepentingan tertentu di balik isu tersebut, misalnya menutupi suatu isu yang sedang beredar atau bisa juga ada agenda tertentu misalnya demi memuluskan rencana regulasi yang sedang dirancang, dll.," kata dia. 

Namun demikian, ada juga isu yang viral tersebut karena faktor ketidaktahuan/kurangnya intelektualitas dari sang komunikator sehingga banyak menimbulkan pernyataan ngawur/kontroversial.

"Jadi, tidak semua isu kontroversial yang beredar adalah setting-an (diarahkan), bisa juga karena masalah kurangnya intelektualitas atau ketidakfahaman terhadap suatu isu, tetapi memaksakan diri untuk mengeluarkan pernyataan," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: