Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wabah Corona Mendekati Status Pandemi, Ahli Duga Virus Menyebar Diam-diam

Wabah Corona Mendekati Status Pandemi, Ahli Duga Virus Menyebar Diam-diam Kredit Foto: Reuters/China Daily
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada wabah. Ada epidemi. Dan ada pandemi, di mana epidemi menjadi merajalela di berbagai negara dan benua secara bersamaan. Virus corona baru yang menyebabkan penyakit bernama Covid-19 ini hampir mencapai tahap yang mengguncang dunia.

Di tengah lonjakan kasus corona, para ahli penyakit menular percaya penyakit seperti flu ini tampaknya tidak mungkin diatasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyatakan covid-19 sebagai pandemi.

Virus ini telah menyebar ke Korea Selatan, Singapura, Itallia, Iran, Libanon, dan Kanada. Namun, efek paling menghancurkan masih di China dengan angka kasus lebih dari 2.400 kematian.

Baca Juga: Cara Kerja Robot dan AI Perangi Penyebaran Virus Corona

Tetapi, bahasa yang digunakan WHO telah berubah menjadi tidak menyenangkan dalam beberapa hari terakhir karena tantangan pencegahan virus semakin menakutkan.

"Peluang masih ada, tetapi semakin sempit. Kita harus bertindak cepat sebelum menutup peluang itu sepenuhnya," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip Washington Post, Minggu (23/2/2020).

WHO mungkin ragu untuk menyatakan wabah Covid-19 ini pandemi. Karena label ini memiliki konsekuensi politik dan ekonomi. Ketika WHO menyatakan pandemi untuk wabah influenza H1N1 pada 2009, beberapa negara yang merasa keputusan itu menyebabkan ketakutan lalu mengkritik organisasi ini. Sebab status pandemi mendorong negara menghabiskan banyak uang untuk vaksin, meski jenis influenza H1N1 terbukti relatif ringan.

Di awal setiap wabah penyakit, para pakar kesehatan masyarakat dengan susah payah melacak kontak setiap orang yang terjangkit. Para ahli menyisir silsilah keluarga dari kemungkinan terjangkit penyakit. Tetapi dengan kasus yang dikonfirmasi mendekati 80.000 orang, melacak kontak berdasarkan kasus per kasus tidaklah efisien.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: