Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amandemen UUD 1945, MPR Bilang Pembahasan Pilpres dan Pilkada Masih Alot!

Amandemen UUD 1945, MPR Bilang Pembahasan Pilpres dan Pilkada Masih Alot! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Gorontalo -

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI akan mengajukan Amandemen UUD 1945 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Proses Amandemen UUD 1945 ini pun diakui tidak akan berjalan mulus. 

Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad, menyatakan, Amandemen UUD 1945 mendapat banyak tentangan, sehingga perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada unsur masyarakat. Hal ini penting untuk mendengar gagasan dan ide dari masyarakat.

Baca Juga: Jokowi Bungkam Soal Tragedi Berdarah India, Fahri Hamzah 'Perang Dingin' sama Budiman Sudjatmiko

"Kita akan mengajukan ke Presiden. Tetapi nampaknya tidak dalam waktu dekat ini karena banyak penolakan," ujar Fadel, di Gorontalo, Minggu (1/3/2020). 

Salah satu yang menjadi perbincangan cukup hangat dalam proses Amandemen UUD 1945 itu adalah terkait pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) mencakup pemilihan gubernur dan wali kota/bupati oleh MPR. Dirinya termasuk yang tidak setuju dengan masukan tersebut.

"Saya termasuk yang tidak setuju kalau MPR memilih Presiden kembali seperti dulu. Biar Presiden dipilih oleh rakyat dan pemerintah daerah oleh rakyat. Demokrasi kita baru jalan beberapa tahun, biar kita lihat," ungkapnya.

Baca Juga: Anies Blak-Blakan Soal Suspect Virus Corona di Jakarta yang Capai Ratusan Orang, Katanya. . . .

Namun begitu, Fadel menilai tentang perlunya dilakukan Amandemen UUD 1945. Hal itu untuk perbaikan ekonomi masyarakat. Apalagi pendapatan negara saat ini sedang mengalami penurunan hingga Rp300 triliun.

"Dampaknya belanja negara pasti turun dan saya bilang kepada Presiden bahwa pembangunan infrastruktur penting, tetapi peningkatan ekonomi kunci," bebernya. 

Lagi-lagi ide ini juga mendapatkan tentangan dari para pendukung ekonomi liberalisme. Mereka berpendapat masyarakat tidak perlu dibantu. Padahal, peran negara diperlukan dalam pemberdayaan ekonomi.

"Seorang pejabat itu disebut berhasil kalau rakyat punya pendapatan naik. Itu yang paling utama. Cuma ada beberapa aliran yang berbeda, aliran-aliran neoliberalisme itu yang engggak mau," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: