Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketersediaan Lahan Jadi Tantangan Pertanian, Ini Solusi yang Ditawarkan HKTI

Ketersediaan Lahan Jadi Tantangan Pertanian, Ini Solusi yang Ditawarkan HKTI Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sektor pertanian menjadi penyumbang GDP terbesar di kawasan Asia dan menjadi bagian strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan Asia. Salah satu tantangan besar pertanian saat ini adalah menyangkut masalah ketersediaan lahan.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko, dalam pembukaan Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3/2020). Menurutnya, seiring dengan perkembangan industri dan perubahan iklim, lahan pertanian di kawasan Asia terus menyusut.

Baca Juga: Moeldoko: Pertanian Bisa Pacu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Rural Development and Food Security Forum 2019 yang digelar Asian Development Bank (ADB) di Manila, Filipina, Oktober 2019, mengungkapkan bahwa lahan pertanian menyusut hingga 44 persen. Kondisi ini mengancam produksi pangan Asia.

Padahal, ADB menyebut sebanyak 822 juta orang di muka bumi masih berada dalam kondisi tidak aman pangan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 517 juta orang (62,89%) berada di kawasan Asia dan Pasifik. Oleh karena itu, ADB telah menetapkan pertanian dan ketahanan pangan menjadi salah satu dari tujuh prioritas operasionalnya hingga 2030 seiring dengan 17 tujuan SDGs (Sustainable Development Goals).

Mengutip data BPS, Moeldoko menyebutkan bahwa di Indonesia penyusutan lahan terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Menurutnya, hampir 120 ribu hektare lahan berubah fungsi setiap tahunnya.

Selain penyusutan lahan, Indonesia memiliki lima persoalan pertanian lainnya. Pertama adalah pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektare dan kondisi tanah yang sudah rusak. Kedua, aspek permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani. Keempat, minimnya penguasaan teknologi dan inovasi. Kelima adalah penanganan pascapanen.

Petani sering latah dalam menanam, mereka menanam tanaman yang sedang tinggi harganya di pasaran. Ini justru sering merugikan petani pada jangka panjang. Kebiasaan itu juga berkaitan dengan masih lemahnya mengelola permintaan dan penawaran harga komoditas sehingga pada saat-saat tertentu harga yang sedang panen selalu turun karena kelebihan pasokan.

Masalah lainnya adalah tingkat produksi yang belum optimal. "Namun, semua tantangan tersebut bukan berarti menjadi justifikasi berkurangnya produksi. Dengan inovasi dan teknologi, kita harus mampu melipatgandakan produksi pangan dan pertanian nasional," jelas Moeldoko.

Produktivitas pertanian nasional penting ditingkatkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan sehingga Indonesia memiliki kedaulatan pangan yang kuat dan tidak perlu lagi mengimpor. Bahkan sebaliknya, mampu menjadi pengekspor guna menambah devisa negara dari hasil produk pertanian.

Dalam jangka panjang, yang penting diperhatikan adalah Indonesia harus mampu menjadi lumbung pangan yang akan turut menyuplai kebutuhan dunia. Indonesia harus menjadi bagian dari produsen pertanian yang sanggup mengatasi kemungkinan terjadinya krisis pangan dalam beberapa tahun ke depan akibat peningkatan populasi, khususnya di kawasan Asia.

Oleh karena itu, pada 2020 ini, Indonesia menginisiasi membangun sinergi dan kolaborasi antarnegara dan antarpebisnis di kawasan Asia untuk membangun kemandirian pertanian dan ketahanan pangan. Peran dan posisi Asia dalam produksi pertanian global sangat besar. Jadi, kolaborasi itu selain untuk membangun ketahanan pangan negara-negara Asia, sekaligus menjamin ketersediaan pangan dunia.

"ASAFF menjadi forum pertemuan stakeholders pertanian untuk membahas isu-isu strategis pertanian di kawasan Asia dan membangun kerja sama Government to Government (G2G) dan Business to Business (B2B) dalam kebijakan pertanian, budi daya pertanian, teknologi pertanian, dan bisnis sektor pertanian, dalam arti luas pertanian, perikanan, peternakan," jelas Moeldoko. 

Melalui forum ASAFF yang digelar 12-14 Maret 2020, Indonesia juga ingin mengembalikan kejayaan rempah nasional dan buah-buah tropikal Nusantara. Sejak dulu Indonesia dikenal dengan kekayaan rempahnya di dunia, tetapi potensi rempah tersebut belum dikembangkan secara strategis menjadi salah satu kekuatan ekonomi pertanian nasional yang dapat merajai pasar dunia, khususnya Asia.

Forum pertanian Asia ini sekaligus akan membahas sinergi dan kolaborasi negara-negara Asia dalam membangun kemandirian pertanian dan kedaulatan pangan.

ASAFF 2020 merupakan yang keduakalinya dilaksanakan oleh HKTI setelah yang pertama pada 2018. Tema tahun ini adalah "Asian Agriculture Collaboration in Global Economic Competition". Di dalamnya membahas pengalaman negara-negara di Asia dalam mengembangkan pertanian dan merancang sinergi dan kolaborasi memperkuat pertanian Asia untuk menjadi pemain utama di sektor pertanian global.

Pembukaan ASAFF 2020 di istana dihadiri sekitar 400 peserta yang terdiri atas pengurus HKTI, petani, pegiat pertanian, dan pegiat bisnis di bidang pertanian, serta sejumlah menteri terkait.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: