Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saham Naik Takut, Turun Takut. Terus Kapan Investasinya Dong?

Saham Naik Takut, Turun Takut. Terus Kapan Investasinya Dong? Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pekan ini, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun cukup dalam ke level 4.895,75 (Kamis, 12/3/2020). Jika dihitung sejak awal tahun (YTD), IHSG sudah turun 22.28%, termasuk yang terdalam di antara bursa saham di Asia.

Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi. Di lain pihak, kita pun harus terus mencermatinya dengan hati-hati, apakah saat itu adalah saat yang paling tepat untuk berinvestasi? Lalu apa yang sebaiknya harus dilakukan oleh investor?

 Baca Juga: IHSG Amblas 5,01% dan Kena Trading Halt yang Pertama Kali, Begini Kata OJK

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja, mengatakan bahwa pelemahan pada bursa-bursa saham di Asia yang dibebani oleh ketidakpastian wabah novel coronavirus (Covid-19) dan kejatuhan harga minyak dunia setelah OPEC gagal mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pemotongan produksi turut berpengaruh ke kondisi pasar modal Indonesia sepanjang pekan ini.

"Anjloknya IHSG yang diikuti dengan volatilitas tinggi membuat investor cenderung menahan diri untuk masuk ke pasar saham," katanya di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Diakuinya, pasar saham memang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi atau pasar uang. Kadang, pasar saham berada dalam tren penguatan (bullish), kadang dalam tren pelemahan (bearish), atau terkadang berada dalam pola mendatar (sideways).

"Untuk itulah pasar saham hanya cocok bagi investor yang memiliki profil risiko agresif dan memiliki horizon jangka panjang, dalam arti dana yang diinvestasikan tidak untuk digunakan dalam waktu dekat," paparnya.

Saat IHSG mengalami penurunan, akan muncul berita-berita pesimis yang mudah ditemui di berbagai media baik tertulis, daring (online), maupun berita-berita yang belum jelas kesahihannya yang menyebar lewat media sosial sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi investor awam. Sebaliknya, ketika IHSG menguat, kita pun dengan mudah pula akan menemukan berita dan analisis yang berlebihan memprediksi seberapa menguat IHSG akan berlanjut.

Kedua kondisi di atas –terlalu optimis atau terlalu pesimis- dapat menimbulkan kekhawatiran irasional ataupun euforia berlebihan bagi investor awam, terutama yang terbiasa dengan filosofi investasi "ikut saja apa yang orang lain lakukan". Terlihat bahwa faktor lingkungan ini juga berperan signifikan dalam membentuk bias psikologi, kebiasaan investasi, atau persepsi dari seorang investor.

Jadi, apakah sekarang waktu yang tepat untuk berinvestasi? Freddy menuturkan, sulit untuk menebak dengan pasti apakah IHSG masih akan terus melemah atau justru berbalik menguat. Namun, yang sering terjadi adalah ketika pasar saham turun, investor reksa dana saham takut pasar saham akan terkoreksi sehingga memilih untuk menunda investasi.

"Sebaliknya, ketika pasar saham menguat, investor reksa dana saham pun tidak berinvestasi karena takut pasar saham sudah kemahalan. Kalau turun takut, naik takut, lalu kapan investasinya? Keputusan investasi seharusnya tidak dilakukan dengan cara menebak-nebak karena pasar finansial memang tidak bisa ditebak!" jelasnya.

Untuk itu, lanjut dia, bagi investor yang memiliki profil risiko agresif, memiliki tujuan jangka panjang, dan memiliki dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat dapat berinvestasi secara berkala (regular) tanpa memperhatikan pergerakan pasar naik atau turun.

"Pernahkan kita memikirkan kerugian yang terjadi ketika kita menunda investasi karena terlalu lama menebak-nebak? Investasi secara berkala akan mengoptimalkan peluang yang dapat kita raih. Namun, di saat yang sama kita pun meminimalkan risiko yang terjadi dibandingkan kita berinvestasi sekaligus dalam jumlah yang sangat besar," kata Freddy.

Lalu bagaimana dengan investor yang memiliki profil risiko konservatif atau moderat? Pilihan bisa ke reksa dana pendapatan tetap atau pasar uang. Jika ingin memperluas alokasi aset, menambah sedikit porsi investasi di reksa dana saham, maksimal 20%.

"Tentu kuncinya adalah lakukan investasi secara berkala sehingga mau pasar saham naik atau turun, siapa takut? Ayo berinvestasi!" ungkap Freddy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: