Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gak Banyak Cincong, Dolar AS Tinju Rupiah Sampai Hancur Berkeping-Keping!

Gak Banyak Cincong, Dolar AS Tinju Rupiah Sampai Hancur Berkeping-Keping! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dolar AS sungguh-sungguh berada di atas angin. Tekanan global yang berdampak pada aksi likuidasi uang tunai menempatkan dolar AS sebagai raja mata uang dunia. Bagaimana tidak, keperkasaan mata uang Paman Sam itu benar-benar tak tertandingi, bahkan oleh dolar Australia, euro, poundsterling, dolar New Zealand, dolar Kanada, dan franc.

Kelompok mata uang Asia juga ikut lumpuh tak bersisa dihajar oleh dolar AS, seperti halnya dolar Taiwan, baht, dolar Singapura, won, yen, dolar Hong Kong, yuan, dan rupiah. Perlu diketahui, kala pembukaan pasar spot Kamis (19/03/2020), rupiah dibuka stagnan pada level Rp15.218 per dolar AS.

Tak berapa lama kemudian, dolar AS terus meninju rupiah hingga tersungkur dengan depresiasi -1,23% ke level Rp15.405 per dolar AS. Level tersebut menjadi yang paling dalam sejak lebih dari lima tahun lalu. Bayangkan saja, selama wabah corona menyerang, rupiah terdepresiasi hingga -12,38% dalam sebulan atau setara dengan -10,97% secara year to date (ytd).

Selain mendapat tinju dari dolar AS, rupiah juga mendapat hal yang sama dari dua mata uang Eropa, yakni poundsterling (-0,09%) dan euro (-1,07%). Beruntung, rupiah unggul cukup jauh terhadap dolar Australia sebesar 3,00%.

Rupiah juga dapat sedikit bernapas lega karena tidak menjadi mata uang terbawah di Asia. Dengan keunggulan 1,24% terhadap won, rupiah menjadi mata uang nomor dua terbawah di Benua Kuning. Ya, hingga kini rupiah tertekan di hadapan mayoritas mata uang Asia, seperti dolar Hong Kong (-1,17%), yuan (-0,74%), dolar Singapura (-0,56%), ringgit (-0,52%), dolar Tiwan (-0,48%), baht (-0,30%), dan yen (-0,21%).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: