Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bawang Putih Langka Saat Corona, Proses Impor Terbentur RIPH

Bawang Putih Langka Saat Corona, Proses Impor Terbentur RIPH Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketidakpastian kini terjadi pada proses percepatan proses impor bahan pangan khususnya bawang putih dan bawang bombai. Pasalnya, pembebasan izin impor yang diputuskan Kementerian Perdagangan (Kemendag) justru dibantah Kementerian Pertanian (Kementan) yang bersikukuh memberlakukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebagai syarat wajib bagi para importir.

 

Pengamat Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menilai Mentan Syahrul Yasin Limpo, dinilai secara tidak langsung membantah perintah kepala negara. "Presiden berhak untuk mengevaluasi menterinya. Ingat, menteri itu pembantu presiden. Jadi, secara mutlak harus mengikuti instruksi langsung dari kepala negara," kata Emrus dalam keterangan yang diterima, Senin 23 Maret.

 

Baca Juga: DPR Ketus: Impor Bawang Putih Cuma Akal-Akalan Mendag

 

Menurut Emrus, pembebasan impor itu merupakan langkah tepat. Ini mengingat kondisi kelangkaan komoditas itu di Indonesia di tengah merebaknya virus corona atau COVID-19.

 

Akibat penegasan Kementan yang tetap wajibkan RIPH, pengusaha pun bingung. Proses percepatan impor dinilai tak berjalan. Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) Mulyadi mengaku, awalnya pengusaha mengapresiasi langkah pembebasan izin impor dan kuota yang dikeluarkan Kemendag.

 

Namun, sampai saat ini pengusaha impor khawatir, mengingat dalam importasi masih ada kewenangan Kementan, dalam hal ini kewajiban karantina di pelabuhan.

 

“Berikanlah pelaku usaha ini kepastian. Jangan sampai ketika kami melaksanakan arahan Kemendag, pas di karantina dipermasalahkan. Karena (badan) Karantina itu di bawah Kementan. itu yang juga kami takutkan,” tuturnya.

 

Mulyadi menuturkan, pengusaha sebenarnya juga lebih nyaman jika sistem kuota seperti sekarang tidak lagi diterapkan. Sistem kuota justru menciptakan kartel dengan potensi korupsi yang besar dari sisi perizinan. Dia tak menafikan, hanya yang memenuhi persyaratan saja, terutama syarat dalam tanda petik, yang mendapatkan kouta.   

 

Sejauh ini hanya sekitar 18-an (importir) yang dikeluarkan (izinnya) dari ratusan pelaku usaha yang mengajukan RPIH ke kementan. Kami menilai tepatlah dibuka bebas kouta ini,” bebernya.

 

Baca Juga: RI Terus-terusan Impor, NTB Didorong Jadi Sentra Bawang Putih Nasional

 

Senada, Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pun mengatakan, kuota impor bawang putih dan bawang bombai yang dibebaskan menjadi suatu keniscayaan. Alasan penetapan RIPH sebagai sarana menuju swasembada, dinilainya tak relevan. Terhadap komoditas ini, Indonesia tergantung luar negeri, khususnya China.

 

“Memangnya kita bisa swasemada bawang putih? Bohong besar itu lah. Enggak kan,” tegasnya.

 

Menurutnya, kebijakan RIPH, kuota dan segala prosesnya, menjadi biang keladi kacaunya harga bawang putih dan bawang bombai. “Karena banyak permainan di dalam itu. Kebijakan tanam 5 persen (untuk importir bawang putih) mana hasilnya? Nol besar,” cetusnya.

 

Sementara Ketua II Pusbarindo, Valentino sebaliknya mendukung langkah yang diambil Kementan menerapkan RIPH dan syarat wajib tanamnya. Namun untuk kondisi kini, Pusbarindo menunggu sikap Kementan apakah masih menerapkan RIPH atau tidak. Diharapkan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bisa sinkron dengan hal ini.

 

"Jika tidak sinkron, dikhawatirkan setelah ini berjalan akan timbul masalah baru lagi. Kami berharap importir yang sudah mengajukan RIPH segera dirilis oleh Kementan, karena kebijakan pembebasan impor ini hanya sementara," ucapnya.

 

Baca Juga: Bawang Bombai Ikut-ikut Naik Akibat Corona

 

Sebelumnya, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menegaskan, pihaknya tetap memberlakukan RIPH, khususnya untuk komoditas bawang bombai dan bawang putih. Prihasto menjelaskan, kewajiban RIPH merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010, Pasal 88 yang menyatakan, impor produk hortikultura wajib memenuhi beberapa syarat.

 

"Artinya, untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, importir harus mendapatkan rekomendasi atau RIPH dari Kementerian Pertanian terlebih dahulu," katanya.

Sebaliknya, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengumumkan penyederhanaan peraturan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019, tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

 

Kebijakan tersebut diundangkan pada Rabu (28/3) dan mulai berlaku Kamis 19 Maret sampai dengan 31 Mei 2020. Dia menegaskan, kebijakan itu sudah sesuai arahan Presiden Jokowi dan berkordinasi dengan Mentan Syahrul.

 

"Ini kan sesuai arahan Bapak Presiden, kita harus cepat menangani situasi ini terutama untuk bahan-bahan pokok.  Ini sifatnya sementara sampai harga kembali stabil," terang Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: