Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Noted! Nasib Rupiah Kini dan Saat Krisis 1998 Itu Serupa Tapi Tak Sama Lho, Bos Perry Punya Faktanya

Noted! Nasib Rupiah Kini dan Saat Krisis 1998 Itu Serupa Tapi Tak Sama Lho, Bos Perry Punya Faktanya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar rupiah bergerak tertekan sejak awal tahun 2020 hingga menyentuh level Rp16.000 per dolar AS. Bahkan, dengan anjoknya rupiah ke level terdalamnya di angka Rp16.635 per dolar AS, publik mengaitkan hal itu dengan kondisi rupiah saat krisis moneter pada tahun 1998 silam. 

Melalui video conference di saluran YouTube Bank Indonesia (BI), Gubernur BI, yakni Perry Warjiyo menegaskan bahwa apa yang terjadi pada rupiah di awal tahun 2020 ini sangat berbeda, baik dengan apa yang terjadi saat krisis Asia tahun 1998 maupun saat krisis global pada tahun 2008.

Baca Juga: Rupiah is Back! Berani Unjuk Gigi, Rupiah Serang Dolar AS Habis-Habisan dan Jadi Penguasa Dunia!

Perry mengatakan, krisis global yang saat ini membuat rupiah jatuh signifikan terjadi karena ada subprime mortage di pasar keuangan AS sehingga terjadi default dan memicu kepanikan pasar AS. Kepanikan itu kemudian menjalar hingga ke Eropa yang pada akhirnya ikut berdampak pada Indonesia.

"Pada krisis global, pasar keuangan AS ada subprime mortgage dan jadi default sehingga membuat panik di pasar AS, kemudian menjalar ke Eropa dan kita kena dampaknya," tegas Perry, Jakarta, Kamis (26/03/2020).

Baca Juga: OMG! Dolar AS Bombardir Emerging Market, Rupiah Paling Babak Belur Kedua Setelah Afrika Selatan!

Perry melanjutkan, sentimen yang membuat rupiah kembali jatuh ke level Rp16.000 pada awal tahun 2020 ini tidak lain adalah wabah virus corona yang membuat pasar keuangan global terguncang. Dengan fakta bahwa virus itu menyebar cepat ke hampir seluruh negara, pelaku pasar merespons hal itu dengan ramai melepas aset keuangan yang dimilikinya. 

"Covid-19 yang buat pasar panik pasar keuangan global dan lepas dan jual aset keuangannya, apakah saham, obligasi, dan emas. Mereka tidak pandang bulu dan imbal hasil dan ratingnya. Mereka mau tukar tunai, dalam hal ini dolar AS," sambung Perry.

Baca Juga: Tragis, Dolar AS 'Terbakar' Api Cemburu Global terhadap Emas! Sampai Hancur Berkeping-Keping!

Tak hanya soal sentimen, perbedaan yang mencolok juga nampak dari pergerakan nilai tukar rupiah hingga akhirnya menembus batas Rp16.000. Meski sama-sama menyentuh angka Rp16.000, namun ada perbedaan dari angka kenaikannya. Menurut penuturan bos BI itu, saat krisis tahun 1998 silam, rupiah tertekan hingga hampir 8 kali lipat, yakni dari kisaran Rp2.500 per dolar AS menjadi Rp16.000 per dolar AS.

Sementara itu, untuk tahun 2020, tekanan tersebut tidak sebesar dulu, yakni dari yang awalnya kisaran Rp13.800 per dolar AS menjadi Rp16.000 per dolar AS.

"Ini sangat beda. Ingat dulu itu dari Rp2.500 ke Rp16.000 hampir 8 kali lipat. Sementara sekarang itu dari Rp13.800, pelemahannya memang 12%, tapi jauh lebih kecil dari kondisi dulu dan juga kondisi krisis global 2008," lanjutnya lagi.

Hingga pukul 14.45 WIB, Kamis (26/03/2020), nilai tukar rupiah dibanderol dengan apresiasi 1,22% ke level Rp16.298 per dolar AS. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: