Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Manfaatkan Krisis Corona, Uber Desak AS Ubah Undang-Undang Ketenagakerjaan

Manfaatkan Krisis Corona, Uber Desak AS Ubah Undang-Undang Ketenagakerjaan Kredit Foto: TechCrunch
Warta Ekonomi, Jakarta -

Secara mengejutkan Amerika kini menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona (Covid-19) terbanyak. Hingga Jumat (27/3/2020), jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 85.991, di atas negara asal virus tersebut, China yang dengan kasus terkonfirmasi 81.782.

Sejumlah kegiatan bisnis yang terdampak di negara dengan pusat bisnis di New York ini, salah satunya layanan transportasi online seperti Uber dan Lyft. Status para pengemudi sebagai tenaga kontrak perusahaan saat ini begitu membingungkan. Para pengemudi berstasus kontrak bergantung pada perusahaan, tapi secara hukum yang berlaku di negara tersebut, mereka tidak memiliki perlindungan dari perusahaan.

Untuk meringankan keadaan sekitar 1,3 juta pengemudi di Amerika, Uber memanfaatkan kondisi yang terjadi saat ini untuk mendorong perubahan undang-undang ketenagakerjaan. Tuntutannya agar undang-undang menawarkan lebih banyak manfaat dengan tetap memperhatikan status pekerjaan para pengemudi.

Baca Juga: Imbas Corona, Transaksi E-Channel dan E-Banking BRI Melonjak

Chief Executive Officer (CEO) Uber Dara Khosrowshahi baru-baru ini mendesak legislator AS untuk menggunakan kondisi krisis saat ini sebagai kesempatan untuk menerapkan perubahan pada hukum ketenagakerjaan yang ada dengan menciptakan apa yang perusahaan sebut sebagai 'cara ketiga' antara status pekerjaan dan tenaga kontrak.

"RUU bantuan federal besar-besaran yang disepakati pada Rabu termasuk tunjangan pengangguran, untuk wiraswasta dan juga para pekerja selama krisis coronavirus," kata dia dikutip Reuters (27/3/2020).

Namun, usul Uber untuk mengubah undang-undang ketenagakerjaan mendapat kecaman tajam dari serikat pekerja. Art Pulaski, sekretaris-bendahara eksekutif dari Federasi Tenaga Kerja California menyebut 'cara ketiga' dipandang hanyalah eufemisme untuk menciptakan kelas bawah baru pekerja dengan lebih sedikit hak dan perlindungan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: