Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Rp20.000 per US$, BI: Itu Cuma Skenario Bukan Proyeksi

Rupiah Rp20.000 per US$, BI: Itu Cuma Skenario Bukan Proyeksi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali bahwa indikator makro yang disampaikan pada saat konferensi pers bersama Langkah Penguatan Perlindungan Sosial dan Stimulus Ekonomi pada Rabu (1/4/2020) adalah what if scenario dan bukan merupakan angka proyeksi. What if scenario disusun agar hal tersebut dapat dicegah dan diantisipasi melalui upaya bersama dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Adapun dalam Konferensi Pers bersama Menteri Keuangan, Menko Perekonomian, Ketua DK OJK, Ketua DK LPS, dan Gubernur BI tersebut, disampaikan skenario terburuk pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 2,3% dan skenario sangat buruk -0,4%. Sementara, skenario terburuk nilai tukar rupiah tahun ini Rp17.500 per US$ dan skenario sangat buruk Rp20.000 per US$.

Baca Juga: BI Yakin Nilai Tukar Rupiah Rp15 Ribu per US$ di Akhir Tahun

"Terkait angka makro ekonomi yang disampaikan, kami perlu tekankan angka makro itu adalah what if scenario, bukan proyeksi. What if scenario, bukan proyeksi ya. Kita dengan berbagai policy yang dilakukan baik, pertumbuhan ekonomi kita diupayakan akan tidak lebih rendah dari 2,3% PDB dengan langkah stimulus fiskal dan stabilitas di sektor keuangan termasuk nilai tukar," ujar Perry di Jakarta, Kamis (2/4/2020).

"Termasuk juga saya tekankan, nilai tukar yang skenario berat Rp17.500 per US$ dan Rp20.000 per US$ itu what if scenario bukan proyeksi. Nilai tukar saat ini memadai dan stabilisasi koordinasi erat akan cenderung menguat di Rp15.000 per US$ di akhir tahun," tambahnya.

Dia memaparkan, latar belakang adanya what if scenario ini karena minggu lalu terjadi pergerakan manusia dari wilayah Jakarta ke berbagai daerah, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, bahkan juga ke beberapa daerah di luar Jakarta.

"Nah, kalau what if ini terjadi makanya penyebaran wabah Covid-19 akan meluas. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Oleh karena itu, bapak presiden berdiskusi dengan sejumlah gubernur provinsi lakukan berbagai upaya, itu sebagai antisipasi," ucapnya.

Dalam konteks seperti ini, kata Perry, tentunya memerlukan kemampuan pembiayaan untuk atasi langkah di bidang kesehatan. Perlu ada tambahan anggaran untuk kesehatan, tambahan untuk bidang jaminan sosial masyarakat, dan tambahan anggaran baik untuk pemulihan ekonomi termasuk UMKM.

"What if scenario ini timbulkan keperluan defisit fiskal yang lebihi 3%. Itu mencegah dampak tidak hanya pewabahan, tapi juga ke ekonomi. Untuk itu makanya, berbagai langkah bersama didiskusikan dibahas dan kemudian diputuskan agar what if scenario-nya dicegah, bisa diantisipasi secara baik aspek kesehatan ekonomi, sehingga what if scenario itu tidak terjadi. Kita terus berupaya agar pertumbuhan ekonomi tidak jatuh di bawah 2,3% dengan langkah stimulus fiskal yang diputuskan dan berkaitan dengan fungsi bank sentral, OJK, dan LPS," tegasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: