Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal PSBB, Bola Ada di Kaki Menteri Terawan

Soal PSBB, Bola Ada di Kaki Menteri Terawan Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memiliki tenggat pendek untuk menuntaskan pedoman teknis pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pada rapat terbatas lewat telekonferensi, 2 April lalu, Presiden Joko Widodo meminta Terawan sudah harus mengeluarkan peraturan menteri tentang pelaksanaan PSBB di daerah, maksimal dua hari sejak 2 April, yakni Sabtu (4/4/2020).

Namun Kementerian Kesehatan melalui pesan tertulis, Sabtu sore, menyatakan peraturan tengah disusun bersama kementerian dan lembaga terkait.

"Semoga pekan depan selesai. Sepertinya tinggal mengundangkan via kemenkuham. Isinya harus detail dan komprehensif," demikian kutipan dari Busroni Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Jarang Muncul, Bagaimana Kabar Menkes Terawan?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21/2020 tentang PSBB, kepala daerah harus meminta izin kepada Terawan sebelum menetapkan pembatasan terhadap pergerakan orang atau barang dalam satu provinsi, kabupaten, atau kota.

Terawan bisa menolak atau menyetujui permohonan izin itu berdasarkan sejumlah pertimbangan, dari besarnya ancaman wabah, efektivitas pembatasan sosial, hingga faktor politik, ekonomi, sosial, dan keamanan lokal.

Sejak virus corona baru ini menyebar di Indonesia, muncul perdebatan mendasar tentang definisi lockdown dan karantina wilayah. Sebelum peraturan menteri tentang PSBB dikeluarkan Terawan, Jokowi dan pemerintah pusat tercatat tidak pernah mengeluarkan larangan apapun terkait pergerakan orang.

Prinsip jarak aman antarorang atau physical distancing hingga persoalan mudik yang dituturkan Jokowi sejauh ini bersifat anjuran atau imbauan.

Sebelum Jokowi mengeluarkan PP pembatasan sosial yang merupakan turunan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah, sejumlah kepala daerah sudah menutup wilayah mereka dengan klaim untuk menghentikan penyebaran Covid-19.

Sebelum ada eksaminasi apakah kebijakan di tingkat lokal itu tepat atau tidak, penutupan wilayah dan pembatasan pergerakan orang itu dibatalkan.

Wali Kota tegal, Dedy Yon Supriyono, menutup akses darat menuju Tegal menggunakan beton seberat dua ton. "Ini demi kebaikan," kata Dedy kepada pers, 26 Maret lalu.

Namun pada 2 April kemarin, Dedy membongkar kembali pembatas beton di beberapa ruas jalan Tegal. Alasannya, kebijakan isolasi wilayah menyebabkan keruwetan lalu lintas. Pemkot Tegal mengklaim akan mengganti pembatas beton itu dengan petugas kesehatan yang secara berkala memeriksa suhu tubuh dan menyemprotkan cairan disinfektan kepada pengguna jalan.

Adapun pada 28 Maret, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengirim surat ke pemerintah pusat agar mempersilakannya mengisolasi ibu kota. Namun dengan merujuk UU Kekarantinaan Kesehatan, Jokowi menyatakan sebagai kepala daerah, Anies tak berhak menutup wilayah. Hanya pemerintah pusat yang disebutnya bisa menetapkan kebijakan itu.

Anies juga sempat menurunkan intensitas layanan transportasi publik di Jakarta. Dikritik sebagian kalangan dan ditegur pemerintah pusat karena sebabkan antrean panjang pengguna layanan, aturan itu dianulir Anies.

"Transportasi publik harus tetap dijalankan oleh Pemerintah pusat dan daerah dengan memperhatikan kebersihan, baik itu kereta api, bus kota, MRT, LRT, bus trans," kata Jokowi 16 Maret silam.

Terkait sejumlah kebijakannya soal wabah Covid-19, Anies berkata, "Kami mengantisipasi semua kemungkinan, tapi pada tahap ini kita harus melakukan pengurangan interaksi."

Keputusan pembatasan pergerakan orang sempat diambil Gubernur Papua, Lukas Enembe. Ia menutup sementara penerbangan dan pelayaran menuju Papua dari 26 Maret hingga 9 April mendatang. Akan tetapi, seperti kebijakan serupa yang diambil kepala daerah lainnya, penutupan wilayah Papua itu tidak diakui pemerintah pusat.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanyo menyatakan, penutupan bandara hanya bisa diputuskan oleh Kementerian Perhubungan, bukan kepala daerah. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melarang warganya yang merantau untuk mudik selama wabah Covid-19 dan jelang lebaran. Namun kebijakan itu belum tertuang dalam produk hukum.

"Jangan mudik dulu di situasi pandemi Covid-19 ini," ujar Ridwan melalui akun Instagramnya.

Dalam unggahan itu ia memberi tiga kausalitas yang membuat warga Jawa Barat bisa mengurungkan niat untuk mudik. Dua di antaranya risiko penularan virus corona baru dan jaminan bantuan kebutuhan dasar dari pemerintah DKI, termasuk untuk warga Jawa Barat jika pembatasan sosial benar-benar terlaksana di ibu kota.

Ridwan Kamil akhir Maret lalu juga mempersilakan bupati dan wali kota di Jawa Barat untuk melakukan karantina wilayah parsial, maksimal hingga tingkat kecamatan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: