Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Emiten Sawit: Tahun 2020 Penuh Drama...

Emiten Sawit: Tahun 2020 Penuh Drama... Kredit Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Warta Ekonomi, Jakarta -

Memasuki kuartal II 2020, pendapatan dan laba bersih emiten kelapa sawit di Indonesia terus tertekan seiring dengan pandemi Covid-19 yang makin ganas. Hal tersebut karena anjloknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan terjadinya penurunan permintaan di pasar global.

Data CIF Rotterdam mencatat, penurunan harga CPO selama kuartal I 2020 mencapai 36 persen dari US$880/MT menjadi US$587,5/MT. Anjloknya harga tersebut mengharuskan emiten sawit untuk menetapkan kebijakan efisiensi dalam rangka mempertahankan kerja. Berikut beberapa emiten sawit yang menghadapi masa suram selama pandemi Covid-19:

Baca Juga: Minyak Sawit: Tak Akan Tergantikan!

1. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

Dalam laporan tahunan AALI disebutkan bahwa harga jual rata-rata minyak sawit tahun 2019 turun 8,1 persen menjadi Rp6.689/kg dibandingkan harga yang dicatatkan pada tahun 2018 yang sebesar Rp7.275/kg. Faktor inilah yang membuat kinerja keuangan emiten berkode AALI ini tidak optimal.

Ditambah lagi, produksi perusahaan ini di tahun 2019 lebih rendah dibandingkan rencana kerja yang sudah dipersiapkan oleh manajemen perusahaan di akhir tahun 2018 lalu. Kondisi ini diakibatkan terjadinya musim kering yang lebih lama dari perkiraan. AALI memproduksi TBS (tandan buah segar) dari kebun inti dan plasma sebesar 5,02 juta ton pada tahun 2019 atau turun 12,8 persen dibandingkan tahun 2018 lalu yang sebesar 5,76 juta ton. Tidak hanya itu, pembelian TBS dari pihak ketiga juga mengalami penurunan sebesar 16,4 persen menjadi 3,18 juta ton pada 2019 daripada tahun sebelumnya yang berjumlah 3,81 juta ton.

PT AALI mencatat volume penjualan CPO pada tahun 2019 sebesar 1,74 juta ton atau naik 6,5 persen jika dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 1,63 juta ton. Alhasil, pendapatan perusahaan tidak terlalu terjerembab. Astra Agro mencatat pendapatannya turun 8,5 persen menjadi Rp17,45 triliun pada 2019, dibandingkan tahun 2018 yang berjumlah Rp19,08 triliun. Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh melemahnya harga CPO di pasar global.

Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari, Santosa, mengatakan bahwa apabila harga anjlok seperti tahun kemarin, laba bersih perusahaan makin tergerus. "Idealnya, harga jual CPO tidak sama seperti tahun lalu, harapannya dapat naik lagi sekitar Rp40/kg," ujarnya.

2. PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT)

Pada tahun 2019, ANJT mencatatkan terjadinya penurunan pendapatan sebesar 14,1 persen dari US$151,7 juta atau setara Rp2,17 triliun pada 2018 menjadi US$130,4 juta atau setara Rp1,84 triliun. Penurunan pendapatan ini diakibatkan merosotnya harga jual rata-rata dan volume penjualan CPO dan PK baik di pasar global serta pasar domestik.

Dari laporan tahunan perusahaan diterangkan bahwa Harga Jual Rata-rata (HJR) CPO sebesar US$479/MT pada 2019 lebih rendah 5 persen dibandingkan HJR di 2018 yang sebesar US$504/MT. Sementara itu, HJR Palm Kernel (PK) pada 2019 yang sebesar US$261/MT lebih rendah 31,5 persen dibandingkan HJR PK pada 2018 yang sebesar US$381/MT.

Di sisi lain, volume penjualan CPO dan PK perusahan mengalami penurunan masing-masing 2,6 persen dan 4 persen menjadi sebesar 239.800 MT dan 52.115 MT pada 2019 dibandingkan tahun 2018. Akibatnya pada tahun 2019, perusahaan ini mengalami rugi bersih sebesar US$4,6 juta dibandingkan dengan rugi bersih pada 2018 yang sebesar US$0,5 juta. Faktor ini juga menyebabkan EBITDA perusahaan mengalami penurunan dari US$25,1 juta pada 2018 menjadi US$22,9 juta pada 2019.

3. PT London Sumatera Indonesia Tbk

Penjualan Lonsum pada tahun 2019 merosot 8 persen dari Rp4,01 triliun pada 2018 menjadi Rp3,7 triliun. Akibatnya, laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik induk turun sebesar 23,4 persen menjadi Rp253,9 miliar dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp331,4 miliar. Volume penjualan CPO juga turun 4,2 persen pada yoy menjadi 417.533 ton, sedangkan volume penjualan PK dan produk turunannya meningkat 10,6 persen pada yoy menjadi 124.908 ton. Sementara itu, harga jual rata-rata CPO dan PK turun masing-masing 2 persen dan 43 persen pada yoy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: