Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dikeroyok Covid-19 & Minyak Sekaligus, Defisit APBN Memar-memar

Dikeroyok Covid-19 & Minyak Sekaligus, Defisit APBN Memar-memar Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan kembali bertambah sebesar Rp12,2 triliun. Hal itu terjadi akibat anjloknya harga minyak mentah mentah.

Dengan adanya pandemi Covid-19 saja, APBN 2020 telah mengalami pelebaran defisit. Dari semula ditargetkan Rp307,2 triliun atau 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp853 triliun atau 5,07 persen PDB.

Saat ini harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) berpotensi mengalami penurunan ke posisi US$30,9 per barel rata-rata per tahun. Dengan demikian, di bawah asumsi harga acuan ICP dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 sebesar US$38 per barel.

Baca Juga: Lagi Krisis Corona, Defisit APBN RI Makin Bengkak

"Jika harga terus mengalami penurunan sehingga ICP menjadi US$30,9 per barel (rata-rata setahun), maka defisit diperkirakan bertambah Rp12,2 triliun," kata Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Publik BKF Endang Larasati dikutip dari siaran pers, Rabu (22/4/2020).

Dia mengatakan, harga minyak mentah dunia menurun sejak awal tahun karena aktivitas ekonomi global terdampak pandemi Covid-19. Harga terus menurun sejak Senin (13/4/2020), terutama jenis West Texas Intermediate (WTI).

"Disebabkan oleh permintaan global yang semakin menurun dan sentimen negatif yang berasal dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang kontraktif. Hari ini, harga WTI kontrak Mei berada pada level negatif (sempat US$-37 per barel)," tuturnya.

Produsen, lanjut dia, karena itu harus segera menyerahkan stok kepada konsumen karena faktor penyimpanan yang terbatas. Namun, hal ini diperkirakan berdampak secara jangka pendek, mengingat harga jual WTI kontrak pada Juni masih berkisar pada US$20 per barel.

"Pemerintah terus melakukan pemantauan untuk melakukan kebijakan antisipatif termasuk pengendalian defisit, salah satunya melalui evaluasi atas belanja non-produktif, dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menjaga kesinambungan fiskal dan pertumbuhan ekonomi," kata Endang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: