Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Permen ESDM 8/2020 Pangkas Pendapatan Negara

Pengamat: Permen ESDM 8/2020 Pangkas Pendapatan Negara Kredit Foto: Antara/Ardiansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah resmi meneken beleid tentang pengaturan harga gas industri menjadi US$6 per Mmbtu di lokasi pelanggan (plant gate).

Harga gas tersebut diperuntukkan bagi tujuh golongan industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Untuk mengatur pelaksanaan tersebut, Kementerian ESDM menerbitkan KepMen ESDM No 89.K/10/MEM/2020. 

Terkait dengan ini, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa aturan tersebut akan membuat industri hilir gas bumi akan semakin tertekan.

“Saya memikirkan keberlangsungan bisnis hilir khususnya gas bumi, kalo pemain migas melihat investasi disektor ini sudah tidak menarik karena penuh intervensi kebijakan yang kurang menarik, tentunya akan mengganggu investasi dan pencarian cadangan gas baru,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Senin (27/4/2020).

Baca Juga: Kuartal-I 2020, Kementerian ESDM Catat Penyerapan Biodiesel Nasional Sebesar...

Lanjutnya, ia menyampaikan bahwa Permen ESDM No 8 Tahun 2020 bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2016 dimana dalam Perpres tersebut menetapkan harga sebesar US$ 6 MMBtu di Hulu, bukan di plant gate sebagaimana yang ditetapkan dalam Permen ESDM No 8 Tahun 2020 tersebut.

”Saya kira Ombudsman harus turun tangan dan melihat ini sebagai maladministrasi penyelenggaraan Negara.” Ujarnya.

“Jika kita membaca KepMen ESDM No 89.K/10/MEM/2020 sebagai turunan dari Permen ESDM No 8 Tahun 2020, bisa dipastikan industri hilir migas akan terpuruk dan merugi karena pemangkasan biaya transportasi yang cukup signifikan. Sebagai contoh, untuk wilayah Jawa Timur yang melalui pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) untuk industri tertentu biaya transportasi adalah sebesar US$ 1.19 per mmbtu untuk tahun 2020 – 2022, US$ 0.49 per mmbtu untuk tahun 2023 dan US$ 0.27 per mmbtu tahun 2024. Bisa dibayangkan betapa kecil penghasilan yang didapatkan PGN setelah dikurangi biaya yang harus dibayarkan ke transporter, sedangkan disisi lain biaya untuk maintenance pipa dan pembangunan infrastruktur harus tetap berjalan,” tegasnya kembali.  

”Dengan pengurangan biaya distribusi siapa yang akan menanggung skema integrator subsidi antar wilayah dimana kita tahu antara pasokan dan demand  gas di Indonesia terpisah-pisah lokasinya termasuk keekonomian lapangan hulunya, siapa yang akan menanggung resiko di hilir gas bumi ini? apakah badan usaha hilir yang akan menanggung beban ini sendiri ?, padahal di hulu, Pemerintah sama sekali tidak mengambil porsi badan usaha dan hanya berencana mengurangi porsi Pemerintah. Menurut saya ini standard ganda” ujarnya kembali.

Lebih lanjut, ia menyampaoikan juga bahwa berkurangnya penerimaan negara akibat penurunan harga gas indutri ini harus dihitung dengan cermat agar beban negara ditengah pandemic COVID-19 ini tidak semakin berat.

”Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 89 Tahun 2020, skema ini akan berlangsung dari 2020 sampai dengan tahun  2024 yang akan datang. Berdasarkan perhitungan yang saya lakukan, negara bisa kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 14,395,633.43 atau Rp 223,132,318,134.00 dengan kurs Rp 15.500 dengan pengurangan harga gas di Hulu. Saya menghitung untuk 6 industri yaitu petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet” papar Mamit. 

Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan apakah Kementerian ESDM sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan mengenai dampak pengurangan PNBP migas tersebut.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: