Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mayday: Perlunya Perubahan Mendasar Sistem Perburuhan Indonesia

Mayday: Perlunya Perubahan Mendasar Sistem Perburuhan Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peringatan hari buruh tahun ini menjadi salah satu masa paling kelam bagi buruh. Pasalnya, pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak buruh yang dipecat oleh perusahaan. Alasannya karena bisnis secara keseluruhan tutup atau karena dilakukannya pengetatan pengeluaran karena bisnis sedang seret.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menilai, apa pun alasannya, orang yang kehilangan pekerjaan itu hidupnya seperti ditabrak petir. Apalagi ketika tidak punya tabungan dan penghasilanya sebulan bukanya jadi andalan untuk menopang hidup bagi dirinya dan keluarga.

Baca Juga: Di Hari Buruh, Ada Pesan Buat Perusahaan: Jangan PHK di Tengah Corona, Kata Ketua DPR

"Posisi buruh sebetulnya dalam perusahaan konvensional kapitalis itu tak lebih hanyalah sebagai alat produksi. Mereka tak ubahnya mesin profit untuk kepentingan investornya. Dalam posisi sebagai objek, biaya gaji buruh untuk itu perlu ditekan sehingga hanya cukup untuk bertahan hidup agar profitnya maksimal," ujar Suroto di Jakarta, Jumat (1/5/2020).

Untuk itu, lanjut dia, para pemilik perusahaan merasa perlu bekerja sama dengan manajemen atas dan tengah untuk kendalikan buruh di posisi paling bawah. Kerap kali orang manajemen, begitu biasa buruh menyebutnya, cenderung banyak membela kepentingan pengejaran profit para pemilik, majikan perusahaan daripada membela kepentingan anak buah mereka di bawah. Bahkan, mereka adalah orang-orang yang mendapatkan gaji dan bonus terbesar di perusahaan.

Sebagai ilustrasi misalnya, gaji dan kompensasi untuk direksi bank BUMN seperti bank BRI dan Mandiri itu setiap bulannya rata-rata 5 miliar rupiah dan bandingkan dengan OB dan satpamnya yang hanya 3,4 juta dan masih ditekuk potongan hingga 1 jutaan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourching).

"Gaji buruh terbawah itu hanya 0.048 persennya dari seorang direksi. Atau 2000 kali lipatnya!!!!. Walaupun si direktur itu dan si buruh sama-sama manusia dan keburuhan hidupnya sama," tuturnya.

Termasuk ketika terjadi krisis #covid19. Buruh atas dan tengahan melakukan pekerjaan dari rumah #workfromhome atau kerja dari rumah. Buruh kelas bawah tetap berjibaku dengan mesin di pabrik. Ketika ekonomi surut seperti saat ini, orang di bawah sebagai kelompok terlemah ini yang pertama dipecat.

Itu semua adalah cara kerja perusahaan konvensional kapitalis. Semestinya, tidak terjadi kalau model perusahaan yang kita kembangkan itu gunakan prinsip keadilan dan juga terapkan orientasi bukan semata mengejar keuntungan bagi si pemilik/ investor perusahaan.

Koperasi pekerja seperti #Mondragon di Basque Spanyol misalnya, 80 ribu buruhnya itu bekerja tapi juga jadi pemilik saham dari koperasinya. Bahkan, setiap orang punya hak suara yang sama dalam mengambil keputusan perusahaan baik itu di level top manajemen, menengah, atau bawah.

Setiap buruh adalah bos yang sama dan mereka ikut bertanggung jawab yang sama terhadap apa pun yang terjadi pada perusahaan. Saat krisis ekonomi 2008 melanda, Mondragon ini telah menunjukkan daya tahanya dan tetap mampu membuat wajah ekonomi di Basque berwarna hijau.

Nah, Covid-19 ini adalah bentuk koreksi mendasar bagi sistem perburuhan kita. Agar ekonomi menjadi produktif, berdaya tahan terhadap krisis, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi pembangunan yang adil, ada beberapa usulan Suroto sebagai berikut:

1. Buat UU Pembagian saham bagi buruh (employee share ownership plan-ESOP) minimal 20 persen dan batasi rasio gaji tertinggi dan terendah maksimal 20 kali lipat dengan regulasi semacam Perppu yang harus diteken Presiden segera;

2. Hentikan pemecatan buruh, tapi cukup dengan bentuk dirumahkan sementara untuk perusahaan yang ditutup operasi; dan

3. Minta pemerintah untuk ganti sistem perusahaan BUMN jadi koperasi publik dan bagikan sahamnya kepada pekerja dan konsumennya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: