Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lawan Luhut, Jubir FPI Siap Bela Said Didu: Tidak Boleh Penguasa Jadi Diktator!

Lawan Luhut, Jubir FPI Siap Bela Said Didu: Tidak Boleh Penguasa Jadi Diktator! Kredit Foto: Twitter/msaid_didu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekitar 250 pengacara diklaim siap mengawal dan membela mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Salah satu nama yang disebut adalah Juru Bicara sekaligus Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Munarman.

Terkait itu, Munarman tak membantahnya. Ia membenarkan masuk dalam Tim Hukum Suluh Kebenaran yang akan membela Said Didu. Ia punya alasan menyatakan siap mengawal kasus ini.

Baca Juga: Barisan Pengacara Canggih Siap Bela Said Didu

"Karena kasus ini salah satu bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan penyalahgunaan hukum," kata Munarman, Minggu malam (10/5/2020).

Dia menyinggung penyalahgunaan kekuasaan karena pelapor adalah orang yang power full dalam kekuasaan. Pun, ia bilang kekuasaan tersebut semata-mata digunakan bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia. "Pak Said Didu mengkritik hal tersebut dan, arogannya, dengan kekuasaan tersebut malah mengkriminalisasi Pak Said Didu," ujar Munarman.

Munarman makin heran dengan gerak cepat aparat hukum yang merespons laporan ini dengan segera memanggil Said. Padahal, saat ini tengah pandemi corona (Covid-19) yang seharusnya jadi prioritas penanganan pemerintah.

Ia pun menyoroti penyalahgunaan hukum dalam perkara ini. Pertama, penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai keliru. Kata dia, seharusnya, praktik UU ITE ini untuk melindungi para pemilik akun, pemilik nomor telepon. Begitu pun aktivitas bisnis yang menggunakan instrumen elektronika seperti e-banking dan semacamnya agar dilindungi dari para penjahat yang meretas serta menyalahgunakan data akun elektronik tersebut.

"Kenyataannya UU tersebut telah disalahgunakan untuk membungkam suara kritis rakyat dan klaim oposisi seperti Pak Said Didu," ujarnya.

Lalu, ia menambahkan persoalan pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Munarman menekankan pasal itu adalah delik materiel sehingga harus ada akibat yang ditimbulkan. "Dalam kasus ini, tidak ada tuh keonaran sebagai akibat yang ditimbulkan dari pernyataan Pak Said Didu," sebutnya.

Kemudian, ia menyebut para pengacara yang tergabung membela Said Didu karena juga mendukung hak-hak dasar rakyat Indonesia dari bentuk kekuasaan sewenang-wenang memperalat hukum. "Tidak boleh ada penguasa yang boleh menjadi diktator, tirani dalam memegang kekuasaan. Ini harus dihentikan," tutur Munarman.

Menurutnya, cara ini juga sebagai koreksi terhadap pemerintah yang menjalankan kekuasaan secara keliru. "Makanya sebagai negara yang menganut konstitusionalisme, kekuasaan harus dikoreksi terus-menerus dan dihentikan bila sudah menjadi diktator dan tirani minoritas," ujarnya.

Lawan Luhut

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali memanggil Said Didu sebagai saksi pada Senin hari ini, 11 Mei 2020. Ini merupakan panggilan kedua Said. Sebelumnya, ia dipanggil pada Senin, 4 Mei 2020. Namun, ia belum bisa memenuhi pangggilan tersebut karena alasan adanya ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Untuk pemanggilan kedua ini, Said menyatakan rencananya siap hadir. Pihak kuasa hukum juga sudah membenarkan kehadiran kliennya tersebut.

Said akan diperiksa atas laporan kuasa hukum Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia dilaporkan dengan dugaan penghinaan, pencemaran nama baik, dan/atau menyebarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat. 

Panggilan tersebut tertuang dalam surat bernomor S.Pgl/71/IV/RES.1.14/2020/Dittipidsiber tertanggal 6 Mei 2020. Perkara ini berawal dari pernyataan Said dalam kanal video YouTube Muhammad Said Didu beberapa waktu lalu. Dalam video itu, ia diwawancarai eks jurnalis senior Hersubeno Arief.

Di video itu, ia menyoroti isu pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang masih terus berjalan di tengah pandemi corona. Ia menyinggung figur Luhut dalam kebijakan pemindahan IKN baru ini.

Merespons itu, Luhut keberatan dan mengancam menempuh langkah hukum untuk menuntut Said. Tuntutan membuat permintaan maaf dengan waktu 2x24 jam juga sudah dilayangkan Luhut. Said pun menjawabnya dengan penjelasan lewat keterangan tertulis dalam surat. Namun, tulisan itu dinilai tak menyertakan permintaan maaf kepada Luhut.

Laporan Luhut ke polisi pun berlanjut yang berujung dengan pemanggilan Said sebagai saksi. Perkara ini disorot karena terjadi di tengah pandemi corona.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: