Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Tengah Pandemi, Indonesia Butuh Investasi Besar

Di Tengah Pandemi, Indonesia Butuh Investasi Besar Kredit Foto: Freepik
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah perlu tetap menjaga iklim investasi supaya tetap kondusif di tengah masa pandemi Covid-19. Hal ini penting untuk membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masuknya foreign direct investment (FDI) atau investasi asing langsung. Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Andree Surianta, mengatakan bahwa investasi Indonesia tetap menarik sangat penting untuk menjaga tumbuhnya perekonomian.

Dalam penelitiannya mengenai dampak pandemi terhadap ekonomi, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyebut bahwa pandemi ini akan menekan aliran FDI. Walaupun demikian, upaya yang sudah dibangun di dalam negeri, seperti lewat implementasi Online Single Submission (OSS), penyederhanaan regulasi di berbagai tingkat pemerintahan, hingga RUU Cipta Kerja Omnibus Law harus tetap diteruskan.

Baca Juga: Angka Pengangguran Tinggi Buat Investor Ngeri Investasi di Indonesia

"Dampak pandemi terhadap FDI adalah hanya ada sedikit uang tunai yang tersedia untuk berinvestasi dalam usaha baru atau memperluas fasilitas yang ada karena pendapatan yang lebih rendah. Apakah dampaknya akan sebesar -5% atau -15% akan tergantung pada seberapa cepat wabah ini dapat berakhir," jelas Andree.

Andree menambahkan, masih banyaknya peraturan menteri dan daerah yang saling tumpang tindih menimbulkan ketidakkonsistenan. Jika aturan yang terlalu banyak ini tidak diatasi, Indonesia akan terus mengalami kesulitan menarik investor asing.

Ia mengungkapkan, ada lebih dari 15 ribu peraturan menteri di Indonesia yang perbandingannya kira-kira tujuh untuk setiap satu Peraturan Presiden. Sebagian besar mungkin masih berlaku karena 95% dikeluarkan dalam sepuluh tahun terakhir.

Dengan asumsi beberapa investor asing ingin mendirikan pabrik di Indonesia untuk memasok pasar domestik, mereka harus berhadapan dengan lebih dari 900 aturan tenaga kerja dan industri. Kalau mereka ingin mengimpor atau mengekspor produk akhir apa pun, mereka juga harus berhadapan dengan banyak aturan lainnya.

"Regulasi yang rumit dan banyak sudah sering disebutkan sebagai faktor yang berkontribusi pada terhambatnya investasi di Indonesia. Investor akan dihadapkan pada peraturan di tingkat pusat dan kemudian pada peraturan di tingkat provinsi dan daerah, tergantung di mana investor berinvestasi. Seringkali peraturan satu dan lainnya bertentangan. Hal ini kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum yang membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia," terang Andree.

Di sisi lain, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja sendiri saat ini ditunda. Terkait pembahasan untuk klaster ketenagakerjaan masih mempertimbangkan dialog yang dijalin dengan serikat buruh. Tentu saja hal ini patut diapresiasi karena dalam merumuskan aturan, peran serta dari seluruh lapisan masyarakat perlu dipertimbangkan. Namun di sisi lain, hal ini juga akan memperlambat tujuan awal dari RUU Omnibus Law yang dapat mengharmonisasi banyak aturan dalam satu produk hukum.

"Pada akhirnya, dorongan pemerintah untuk reformasi serius harus disambut tepuk tangan. RUU ini adalah awal yang baik kalau tidak menimbulkan permasalahan baru. Semoga pemangkasan yang dimulai dari atas dapat mencapai semua jalan ke bawah. Perlambatan ekonomi memang menyakitkan, tetapi ini saat yang tepat untuk merenungkan kelemahan kita dan memfokuskan energi kita untuk memperbaikinya sebagai persiapan untuk rebound yang akan datang," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: