Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tolak New Normal, Politikus PKS: Tidak Masuk Akal! Justru...

Tolak New Normal, Politikus PKS: Tidak Masuk Akal! Justru... Kredit Foto: Antara/Moch Asim
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, mengkritik rencana pemerintah menjalankan kebijakan kenormalan baru (new normal) dalam mengantisipasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Dia menilai, kebijakan kenormalan baru di saat masih tingginya kasus Covid-19 terburu-buru.

"Kebijakan new normal ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan, kasus Covid-19 di negara kita juga masih tinggi dan belum ada tanda-tanda penurunan yang signifikan. Data per Selasa 26 Mei 2020 saja ada 415 kasus baru dengan total 23.165 pasien positif di seluruh Indonesia," ujar Netty Prasetiyani dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.

Baca Juga: PKS Respons Penerapan New Normal, Gak Kebayang Kalau Jadi Kenyataan...

Sekadar diketahui, rencananya pemerintah melakukan lima tahapan dalam kebijakan kenormalan baru yakni mulai dari dibukanya sektor bisnis dan industri, pasar dan mal, sekolah dan tempat kebudayaan, restoran dan tempat ibadah, hingga beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal.

"Kebijakan new normal sebagaimana yang disampaikan WHO jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh pemerintah karena WHO juga memberikan penekanan bahwa new normal itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya. Sementara, kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal?" kata Netty.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini juga menilai, selama ini penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah sangat berantakan, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian. "Apalagi penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak maksimal dan berantakan, yang membuat rakyat bingung dengan cara pemerintah mengelola pemerintahan," kata Netty.

Salah satu contohnya, kata dia, mengenai kemampuan tes corona yang rendah. Dia mengatakan, Indonesia juga belum melewati titik puncak pandemi Covid-19. "Tapi pemerintah mau melakukan new normal, kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua Covid-19 alias membuat kasus positif virus corona melonjak," kata legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII ini.

Diketahui, Presiden Jokowi sempat meninjau langsung rencana penerapan new normal di sarana transportasi umum di Stasiun MRT Bundaran HI. "Meskipun pemerintah telah meninjau beberapa lokasi, tetapi ini saja belum cukup. Apa pemerintah bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah, dan lain-lain sudah bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat? Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal," kata Netty.

Tentang panduan kerja new normal yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Netty menilai panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar, tetapi tidak menjamin tidak adanya penularan. "Apa yang dikeluarkan oleh Kemenkes itu hanya mengurangi risiko, tapi tidak menjamin tidak adanya penyebaran virus karena ada orang yang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus di mana-mana," katanya.

"Terkait aturan shift 3 adalah pekerja di bawah usia 50 tahun ini juga tidak tepat. Karena berdasarkan data dari Gugus Tugas, pasien positif Covid-19 di bawah usia 50 tahun itu mencapai 47 persen, jadi di mana letak amannya?" tambah Netty.

Dia mengatakan, Kementerian Kesehatan juga harus memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus Covid-19. "Karena ini sangat penting, mengingat selain Covid-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui kita seperti TBC dan DBD. Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah," pungkas Netty.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: